Kamis, 26 Agustus 2010

AJARLAH MEREKA MELAKUKAN...

SEKOLAH MINGGU KITA
Suatu Pengenalan Terhadap Sekolah Minggu Beserta Naradidiknya
Oleh:
Pdt. Riston Eirene Sihotang, S.Si.(Teologi)


I. SEJARAH SEKOLAH MINGGU

 Zaman Musa sampai zaman pembuangan
Tuhan Allah menghendaki bahwa tempat pendidikan rohani yang utama adalah rumah tangga (Ulangan 6:4-7a). Di samping itu, sejak zaman Musa, setiap hari Sabat orang Israel biasa berkumpul untuk mendengarkan Taurat dan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Jadi, setiap orang Israel mempunyai pengetahuan yang luas mengenai Taurat dan peraturan-peraturan yang Tuhan telah berikan. Mereka sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai isi agamanya.
Tetapi lama-kelamaan, banyak orang tua tidak lagi setia dalam tugas terhdap anak-anak mereka. Itulah salah satu sebab bangsa Israel meninggalkan Tuhan dan akhirnya dibuang ke Syria dan Babel, yaitu oleh karena kelalaian orang tua dalam mengajar anak-anaknya. Selain itu, mereka tidak mengindahkan Tuhan di dalam hidup mereka. Akibatnya generasi penerus menjadi sesat (Hakim-Hakim 2:10-11).

 Sekolah-Sekolah Synagoge
Setelah kembali dari pembuangan di Babel, bangsa Yahudi menyadari bahwa pendidikan rohani di luar rumah tangga juga sangat dibutuhkan. 500 tahun SM kemudian ditentukan bahwa di tiap tempat di mana terdapat sepuluh keluarga Yahudi atau lebih, harus dibuka sebuah Synagoge. Dan tiap anak laki-laki yang berumur lima tahun wajib masuk sekolah di Synagoge itu.
Tempat pendidikan Synagoge ini tiada bandingnya. Cara yang dipakai pun sangat modern. Guru-guru yang bekerja tanpa gaji, dan tidak boleh mengajar lebih daripada 25 murid. Kalau lebih, seorang asisten harus dicari. Anak-anak disuruh aktif melalui bertanya, dan guru mendengarkan dan menjawab pertanyaan mereka.
Ketika Tuhan Yesus masik kanak-kanak, sekolah orang Yahudi berfungsi penuh, sehingga Ia sendiri mempelajari Hukum Taurat, juga dapat bertanya dan menjawab dalam Bait Allah pada umur 12 tahun. Kemudian Ia dipanggil “Guru”.

 Abad Pertama sampai abad pertengahan
Dalam gereja mula-mula, pendidikan rohani sangat diperhatikan. Rasul-rasul selalu ingat bahwa dalam amanat terakhir Tuhan Yesus terdapat unsur mengajar: “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Matius 28:19-20).
Sekolah-sekolah didirikan di mana petobat-petobat, baik dewasa maupun anak-anak dididik oleh kaum awam, laki-laki dan perempuan. Baron Bunsen menulis: “Gereja Apostolik memakai sekolah sebagai jembatan di antara gereja dan dunia sekitarnya.”
Pertumbuhan dan perkembangan gereja dalam 4 abad yang pertama dapat dilihat sebagai akibat pengajaran rohani yang sangat sistematik. Anggota-anggota gereja mengenal Firman Tuhan dan menjadikannya landasan hidup mereka. Tetapi dalam abad pertengahan (sekitar 500-1500 M) kebiasaan mendidik anak mengenal Firman Tuhan makin lama makin menurun. Akhirnya, hanya ahli-ahli theologia yang mengetahui isi Alkitab, sedangkan masyarakat pada umumnya kurang memahaminya. Kelalaian itu merupakan satu sebab terjadinya “masa gelap” dalam sejarah gereja, di mana Firman Tuhan kurang dikenal secara umum.

Barulah pada saat reformasi, gereja Protestan kembali pada kebenaran Alkitab. Juga kembali pada cara mengajarkan Alkitab dalam sekolah-sekolah Kristen Protestan yang didirikan. Katekismus khusus disediakan sebagai pelajaran (dengan pertanyaan dan jawabannya).
Gereja Katolikpun mengikuti contoh yang terjadi melalui reformasi dan menginsafi pentingnya mendidik anak dalam hal agama. Uskup Carlo Borromeo (1538-1584) di kota Milano mengumpulkan anak jemaatnya pada hari Minggu sore dan menceritakan hal-hal dari Alkitab serta mengajar agama. Kemudian hal ini mempengaruhi uskup lainnya, sehingga di wilayah lain terbentuk kumpulan anak untuk mendengar cerita Alkitab dan belajar agama.

 Sekolah Minggu di Inggris
Berdirinya sekolah Minggu sebenarnya bukan merupakan lanjutan usaha gereja yang baru disebutkan di atas, juga tidak terjadi sebagai akibat kebangunan rohani. Namun, Sekolah Minggu 200 tahun yang lalu dimulai sebagai gerakan kaum awam.
Pendiri Sekolah Minggu adalah Robert Raikes (1736-1811). Ia bukan seorang pendidik, tetapi seorang wartawan yang mengarang untuk sebuah harian yang dimiliki ayahnya di Glouceter, Inggris. Pada suatu hari Robert Raikes diminta unuk mengarang berita tentang anak gelandangan yang liar dan nakal di kota Glouceter. Memang mereka pada waktu itu sering tidak diperbolehkan ke sekolah. Mereka diharuskan bekerja enam hari penuh di pabrik-pabrik, yang didirikan di mana-mana di Inggris pada abad ke-18 itu. Hari Minggu adalah hari libur mereka, di mana mereka melepaskan diri dari segala kecapaian dan kebosanan dengan melakukan bermacam-macam kenakalan, bahkan kejahatan.
Robert Raikes tidak menyetujui usul meminta pertolongan polisi atau menegur orang tua. Robert Raikes mencoba memecahkan masalah dengan mengadakan pendekatan terhdap anak-anak itu. Mereka diminta berkumpul di dapur Mrs. Meredith di Sooty Alley dan di sana mereka belajar sopan santun, menulis dan membaca. Mereka juga diajar cerita Alkitab.
Awalnya, usaha Robert Raikes mengalami banyak kesulitan, yaitu gangguan oleh teman-temannya sehubungan dengan kegiatannnya tersebut. Mengatasi anak yang liar memang tidak mudah. Sering mereka datang dalam keadaan kotor. Karena itu anak diberi syarat, harus datang dengan tangan dan kaki yang dicuci dan rambut yang disisir. Setiap anak yang datang diberi hadiah satu rupiah, dan yang mengganggu diajar dengan tongkat.
Sekolah Minggu itu diajar dari jam 10.00-12.00 dan dari jam 14.00-17.00. Guru yang mengajar digaji. Tidak lama kemudian jumlah anak yang datang berkembang dengan pesat. Ruangan pertama sudah terlalu sempit, ruangan demi ruangan disewa, juga guru-guru ditambahkan.
Mula-mula gereja tidak mengakui kehadiran Sekolah Minggu. Tetapi melalui karangan yang ditulis oleh Robert Raikes, pelayanan itu diperkenalkan kepada pembaca-pembaca dan mereka tertarik akan usaha ini. Akhrnya Robert Raikes berkenalan dengan John Wesley, pendiri gereja Methodis dan pembaharu gereja Protestan dalam abad ke-18. John Wesley menerima contoh Robert Raikes dan mendirikan Sekolah Minggu dalam gereja Methodis. Ia mengambil guru Sekolah Minggu dan orang yang sudah bertobat, yang tidak menuntut gaji.
Pada tahun 1811 Robert Raikes meninggal dunia.

 Sekolah Minggu di Amerika
Pada tahun 1785, Sekolah Minggu pertama didirikan di Virgia. William Elliot, pemilik kebun yang luas, mengundang anak-anak pegawainya ke rumahnya sendiri dan mengajar mereka. Lalu Sekolah Minggu ini menjadi bagian dari kegiatan gereja Methodis, Elliot diangkat menjadi pemimpinnya.
Sekolah Minggu kedua didirikan oleh Francis Asbury pada tahun 1786, khususnya mengumpulkan anak budak belian. Dan gereja mengusulkan bahwa anak dididik dua kali setiap hari Minggu, yaitu pada pagi hari pkl.06.00-10.00 dan pkl.14.00-18.00.
Tidak lama kemudian, tahun 1791, bapak-bapak di Philadelphia mendirikan Badan Gerakan Sekolah Minggu dengan Bishop D. White dari gereja Episkop sebagai ketua. Tak ketinggalan juga, ibu-ibu di Pittsburgh, Pennsylvania, mendirikan Organisasi Sekolah Minggu. Gerakan ibu-ibu itu, akhirnya menggugah hati bapak-bapak yang hasilnaya berdirilah “New York Sunday School Movement”.
Setelah pendekatan-pendekatan di anatara gerakan-gerakan tersebut dilakukan, maka tahun 1820 berdiri “Persatuan Sekolah Minggu Amerika Serikat”.

 Sekolah Minggu di Belanda
Pekerjaan Sekolah Minggu di Belanda dimulai pada tahun 1836 oleh Dr. Abraham Capadose sebagai akibat kebangunan rohani yang dialaminya di Swiss. Lalu mengajar Sekolah Minggu sesudah kebaktian pada hari Minggu di gerejanya. Murid pertama Dr. Capadose terdiri dari dua orang saja. Lima tahun kemudian, didirikanlah satu Sekolah Minggu di kota Rotterdam.
Pada tahun 1857, pemerintah Belanda memperhatikan pelajaran agama di sekolah-sekolah, sehingga hal ini menjadi dorongan berdirinya Sekolah Minggu lebih banyak lagi.
Persatuan pertama Sekolah Minggu di Belanda terjadi pada tanggal 31 Maret 1965. Dan hasilnya maka tanggal 23 Oktober 1865 “Nederlande Zondagschool Vereniging” didirikan. Tujuan dari persatuan ini digariskan sedemikian:”Sekolah Minggu dan gereja tiada dapat dipisahkan satu dari yang lainnya.”

 Sekolah Minggu di Indonesia
Informasi mengenai Sekolah Minggu di Indonesia tidak banyak. Boleh jadi, atas inisiatif pribadi, sehingga di sana-sini anak terkumpul dan diajar. Dari beberapa surat ternyata bahwa di Batavia, sebelum Indonesia merdeka, anak sudah berkumpul di rumah tangga. Biasanya anak ikut kebaktian di gereja dengan orang tuanya. Di samping itu juga ada kesempatan untuk anak berkumpul tersendiri. Kita boleh menduga bahwa di tempat-tempat lain di Indonesia dalam abad ke-17 dan ke-18 terjadi demikian juga.
Pada abad ke-19 pekerjaan Sekolah Minggu berkembang di Eropa dan Amerika. Pengaruhnya juga terasa di Indonesia, terutama di daerah-daerah tempat zending-zending bekerja.
Gereja Protestan, mengikuti apa saja yang diadakan di gereja Hervormd di Nederland, meskipun kegiatan Sekolah Minggu tergantung kepada pendeta dan isteri pendeta. Perubahan datang pada permulaan abad ke-20 yang berhubungan dengan kemajuan dalam negeri, dari mana zending-zending berasal. Zending-zending mendirikan sekolah anak dan kebaktian anak.

II. Mengapa Mengajar?

Adalah Yakobus yang mengatakan dalam tulisannya pasal 3 ayat 1: “….janganlah banyak orang diantara kamu mau menjadi guru; sebab kamu tahu bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. “Apa yang dikatakan Yakobus itu memang benar sekali. Betapa tidak? Tanggung jawab seorang guru membimbing para siswa adalah suatu tugas yang amat berat. Menurut Yakobus sendiri dalam tulisan selanjutnya sangat jelas bahwa ternyata apa yang akhirnya menjadi tujuan mengajar bagi seorang guru adalah menolong seorang mencari dan menemukan kebenaran. Berat bukan?
Sekalipun pentingnya pendidikan anak telah disadari sejak berabad-abad yang lampau dan Sekolah Minggu telah ada sejak lebih dari dua ratus tahun yang lalu, bahkan sebagian besar gereja-gereja kita juga telah memiliki kegiatan pendidikan anak, namun ternyata masih ada keluhan dari sementara orang mengenai keseriusan penanganan pendidikan anak. Masalah yang paling dikeluhkan adalah berhubungan dengan masalah SDM (sumber daya manusia), yakni guru anak/sekolah minggu. Ada yang mengutarakan sulitnya mencari guru, sebab sebagian besar guru mengundurkan diri dari pelayanan setelah menikah; atau guru pindah kota untuk mlanjutkan pendidikannya. Kalaupun bukan soal kuantitas, ada juga keluhan soal kualitas guru yang selalu yunior karena terus berganti dengan orang baru. Ada juga soal dukungan dana dari gereja sendiri yang tidak maksimal. Anggaran gereja diberikan kepada sekolah minggu hanya untuk melaksanakan perayaan Natal.
Bila keluhan-keluhan ini dibiarkan, dapat menimbulkan keadaan asal ma adong, asal ma mardalan. Sikap ini bisa menjadi semacam penyakit yang menggerogoti keberadaan pendidikan anak. Karena itu, pelayanan terhadap anak di gereja semestinya dilakukan secara serius, bersungguh-sungguh, bertanggung jawab, berusaha semaksimal mungkin dan rela berkorban. Tanpa sikap yang demikian dari gereja maupun guru sekolah minggu, pendidikan anak di gereja akan berjalan seadanya, sekedar ada sebagai kegiatan warisan.
Hal-hal apakah yang perlu diketahui oleh seorang guru? Selain motivasi menjadi guru, seorang guru sekolah minggu perlu mengetahui psikologi/kejiwaan anak, tujuan pendidikan anak, dan unsur-unsur kurikulum (bahan/materi, proses belajar-mengajar, metode dan alat bantu).

Motivasi menjadi guru.
Ada dua motivasi utama yang perlu dimiliki seorang guru sekolah minggu, yakni jiwa pengabdian/pelayanan dan kesadaran akan pentingnya pendidikan anak.
Jiwa pengabdian/pelayanan perlu dimiliki oleh semua orang beriman dalam rangka ikut ambil bagian dalam pelayanan kepada Tuhan. Didalamnya ada dedikasi yang mengandung unsur pengabdian, persembahan, pembaktian diri kepada Tuhansendiri.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan anak akan menghasilkan sikap mau meningkatkan kemampuannya dalam rangka pendidikan anak.

III. Mengenal Dunia Anak

Anak dipengaruhi oleh:
1. orang tua (lingkaran dalam)
2. teman sebaya
3. sanak saudara
4. tetangga (lingkaran luar)
5. tokoh agama, GSM
6. guru

Karena itu ...
pengajar
pembimbing
pendidik PENTING!!!!
pengarah (Ul. 6:7; Ams. 22:6; Mzm. 71:17)
pelayan

Kebutuhan Dasar Anak:
1. cinta kasih 6. bebas dari rasa takut
2. rasa diterima dan dimiliki 7. terpenuhi kebutuhan fisiknya
3. displin 8. tumbuh dan berkembang secara wajar
4. penghargaan pribadi 9. keamanan rohani
5. merasa berhasil

Perkembangan anak pada dasarnya meliputi 4 macam aspek, yakni:

♣ Aspek Fisik dan Motorik
Indikator:
 Ukuran, struktur, dan fungsi organ tubuh.
Tampak dari luar, misalnya: wajah, badan, anggota tubuh seperti tangan dan kaki; tidak tampak dari luar, misalnya: otak, jantung, hati, dan sebagainya.
 Perkembangan aspek fisik. Bertambah besarnya ukuran tubuh;bertambah kuat
meningkatnya keterampilan gerak tubuh, baik motorik halus maupun kasar.

♣ Aspek Kognitif
 Meliputi daya ingat, rentang perhatian dan konsentrasi, proses belajar, bahasa, cara dan kemampuan berpikir logis, analitis, menalar, dan kreativitas.
 Dipengaruhi oleh pertumbuhan ukuran dan struktur otak, stimulasi dari lingkungan, baik berupa nutrisi maupun pembelajaran.

♣ Aspek Psikososial (Afektif)
 Meliputi keadaan emosi, hubungan dengan orang lain, dan kepribadian. Kemampuan ini diperlukan untuk dapat menyesuaikan diri dan berhubungan dengan orang lain dalam setiap situasi atau lingkungan secara harmonis.
♣ Aspek Iman Kristiani (Spiritual)
 Meliputi kemampuan untuk melihat dirinya sendiri dalam hubungannya dengan Tuhan.
 Dipengaruhi oleh usahanya untuk mewujudkan kesetiannya kepada Tuhan.

INGAT!!!!
Setiap anak ...
adalah karunia Tuhan
berbeda karaktersitik
berbeda kebutuhan dan tuntutan
berbeda cara dan pola perkembangan
berbeda latar belakang


ANAK BATITA (0-3 TAHUN)

 Fisik/Motorik
 Perkembangan anak banyak dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi, dan stimulasi lingkungan.
 Perkembangan motorik anak sangat cepat (terutama otot besar).
 Gerakan otot besar belum terkontrol.
 Kognitif
 Rentang perhatian anak sangat singkat (maks. 3 menit).
 Perkembangan bahasa (kemampuan berbicara) sangat cepat.
 Belum bisa berpikir abstrak.
 Psikososial/Afektif
 Sangat egosentris.
 Sangat mudah takut/kehilangan.
 Perkembangan emosi semakin kaya  pada tahap ini anak mulai belajar bermacam-macam ekspresi, seperti gembira, marah, sedih, dll.
 Spiritual
 Anak mengenal Allah melalui perilaku orang dewasa, terutama relasi mereka dengan orang tua.

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Ruangan yang luas: memungkinkan anak untuk bergerak bebas dan aman.
• Kegiatan motorik kasar, seperti melompat, berlari, dll. (Tips; perbanyak permainan dan nyayian dengan gerak).
• Suasana belajar yang aman dan menyenangkan.
• Bahan ajar yang eye-catching.
• Cerita Alkitab berkisar tentang manusia atau hal yang nyata.
• Bahasa yang digunakan sederhana, mudah dimengerti (bahasa dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya).
• Perilaku non-verbal GSM sangat penting (mis. ekspresi GSM ketika mengajar)

Anak Balita (3-5/6 tahun)
 Fisik/Motorik
 Perkembangan motorik halus (otot kecil) mulai berkembang, walaupun motorik besar masih sangat mendominasi.
 Otot besar mulai dapat dikontrol.
 Energinya sangat besar, karena itu harus disalurkan.
 Mudah lelah.
 Mudah tertular penyakit.
 Kognitif
 Rentang perhatian masih sebentar (5-7 menit).
 Usia bertanya!!!  rasa ingin tahu yang sangat besar.
 Anak mulai belajar berdasarkan pengalaman.
 Suka “membeo”.
 Belum bisa berpikir abstrak.
 Psikososial/Afektif
 Ruang gerak dan lingkungannya semakin luas  mulai mengenal tetangga dan sekolah.
 Memiliki rasa takut yang besar (terutama jika ditinggalkan).
 Emosinya sering tidak terkontrol (amarahnya cepat meledak).
 Sering mengatakan “tidak”.
 Masih egosentris tetapi mulai bisa berteman.
 Senang dengan pujian.
 Suka berimajinasi.
 Mudah iri hati (dengan adik).
 Mudah kasihan terhadap orang lain.
 Tidak suka disebut “anak kecil” (senang bila dibilang sudah besar).
 Spiritual
 Gereja merupakan tempat yang aman, juga tempat bertemu dengan orang yang saling mengasihi.
 Mulai percaya kepada orang lain.
 Mulai bisa melihat yang baik dan buruk

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Ruangan yang luas dan aman.
• Membina relasi dengan anak seusia: saatnya anak dengan kesempatan dan kegiatan yang adadapat mengembangkan kemampuannya bermain dengan anak lain (tips: variasikan kegiatan individual dan kelompok).
• Bahasa yang digunakan sedehana, mudah dimengerti (bahasa dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya).
• Doa, nyanyian dan cerita sederhana dan tidak terlalu panjang

Ingat: anak hanya mengerti hal-hal yang ada di sekitarnya. Karena itu, semua kata, kalimat, dan jenis obyek haruslah berupa sesuatu yang ada di sekeliling hidup mereka sehari-hari (mis. anjing, kucing, bukan anoa atau simau; padang rumput, bukan padang pasir; pohon pepaya, bukan pohon ara, dsb.)

• Bahan ajar: alat peraga (anak akan tertolong dan belajar lebih baik jika ada alat bantu yang dipakai oleh guru; alat peraga harus eye-catching).
• Cerita harus berdasarkan pengalaman sehari-hari, misalnya mengasihi teman, siapa keluargaku, dll.
• Kegiatan: masih banyak menggunakan otot besar/motorik kasar (perlu diperhitungkan jenis kegiatan yang dipilih,alat yang dipakai oleh anak-anak, waktu yang tersedia dan kemampuan yang ada); tetapi perlu dikombinasikan dengan motorik halus (seperti menggunting, gunting-tempel kolase, treasure hunt, dsb.).
• Suasana kelas: menyenangkan dan aktif (tidak menuntut untuk duduk diam).

ANAK KECIL (6-8 TAHUN)
 Fisik/Motorik
 Perkembangan motorik halus (otot kecil) semakin berkembang, motorik besar tidak lagi mendominasi.
 Daya tahan tubuh sudah semakin baik.
 Tidak mudah lelah.
 Mulai mengurus dirinya sendiri (mandi sendiri, sikat gigi sendiri, makan sendiri, membereskan mainan sendiri).
 Mudah menjadi semangat dan menjadi tegang (terutama dalam permainan)
 Kognitif
 Rentang perhatian semakin panjang (7-10 menit).
 Belum bisa berpikir abstrak.
 Psikososial/Afektif
 Senang beraktivitas dengan teman sebaya/orang lain (dengan jenis kelamin sama)  disebut juga usia berkelompok.
 Sudah bisa mengikuti aturan permainan.
 Tidak sabaran.
 Suka meniru orang dewasa.
 Senang dengan pujian dan penghargaan (dalam bentuk permen atau coklat).
 Belum memikirkan persaingan dalam sebuah permainan.
 Cenderung menolak perintah orang tua.
 Spiritual
 Senang dengan tokoh baik, terutama sosok pahlawan fisik (di gereja atau Alkitab).
 Gemar mengulangi cerita Alkitab yang disukai.
 Relasi dengan Tuhan diperoleh dari kisah-kisah Yesus.
 Semangat ke sekolah minggu.
 Semakin sadar bahwa ada Tuhan Yesus,malaikat, sorga, dsb.
 Doa dan membaca Alkitab menjadi bagian yang penting.
 Berusaha menjadi anak yang baik.

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Kemampuan setiap anak berbeda. Jadi, jangan pernah membanding-bandingkan anak. Pahami anak dengan bakat dan minat masing-masing.
• Mengembangkan rasa persahabatan dan hubungan yang indah dengan pendeta, GSM, dan teman di SM (Ingat! Relasi dekat mereka tidak saja dengan anggota keluarga tetapi juga di luar keluarga, seperti sekolah, gereja, tempat les, dan masyarakat dalam batasan tertentu).
• Mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi diri (gereja mana, dari suku apa, ia mengenal profesi lain di gereja seperti pendeta, GSM, majelis, dsb.).
• Anak membutuhkan giatan yang banyak. kalau tidak mereka bisa menjadi “pengganggu”.
• Libatkan mereka dalam kegiatan di SM, seperti mengatur kursi, berdoa, memilih kegiatan.
• Kegiatan: ayat hafalan, menulis, kegiaatan kelompok (mulai suka berkompetisi  tanamkan bahwa kalah menang tidak masalah) ekspresi diri dengan pusis, gambar, atau cerita.
• Berikan kegiatan berkelompok (Ingat! Ini adalah usia berkelompok)  mereka mulai suka bekerja sama atau bekerja di dalam kelompok.
• Berikan variasi kegiatan otot besar (kelanjutan dari usia sebelumnya) dan otot kecil (lebih banyak).

Anak Besar (9-12 tahun)
 Fisik/Motorik
 Sangat aktif (mereka sudah sempurna dalam perkembangan otot besar dan kecil).
 Kesehatan dalam kondisi yang prima.
 Sudah bisa mandiri dan berusaha menolong diri sendiri, walaupun sesekali masih membutuhkan bantuan orang lain.
 Suka dengan kegiatan di luar rumah (out-door).
 Kognitif
 Mulai berminat pada hal-hal yang spesifik (hobby).
 Senang mengemukakan pendapat.
 Mulai bisa berpikir abstrak dan menanyakan hal-hal yang abstrak.
 Rentang perhatian semakin panjang (10-15 menit).
 Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap perubahan diri.
 Proses mencari panutan/tokoh idola (kriteria tidak lagi hanya sekadar fisik).
 Psikososial/Afektif
 Peran jenis kelamin semakin besar.
 Mulai tertarik dengan lawan jenis  ditunjukkan dengan sikap yang “malu-malu kucing”.
 Persahabatan dalam kelompok.
 Mulai menyukai kompetisi.
 Suka humor.
 Sudah dapat mengatasi emosi dengan cepat.
 Sering bertengkar mulut dan mudah marah.
 Mulai memuja tokoh yang dikaguminya.
 Spiritual
 Menemukan tokoh Alkitab yang menarik dan merelasikannya dengan dirinya.
 Senang dengan penjelasan yang masuk akal dan nyata tentang Alkitab.
 Mengerti bahwa Tuhan itu dekat dan sudah bisa menyembah-Nya.
 Mulai banyak menanyakan konsep-konsep abstrak, seperti apa itu dosa (walaupun sebenarnya mereka tidak peduli dengan jawabannya).

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Guru lebih banyak mendengar: Pada usia sebelumnya mereka sudah terlalu banyak mengikuti instruksi dari orang dewasa. Sekarang mereka perlu diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran dan mengembangkan kreatifitas.
• Melihat contoh positif di gereja (terutama tokoh-tokoh panutan).
• Menciptakan suasana kekeluargaan di kelas.
• Belajar menghargai ciptaan Tuhan, terutama dirinya sendiri. Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan mereka memiliki harga diri dan rasa percaya diri.
• Merencanakan kegiatan bersama: anak perlu diberi kesempatan untuk merencanakan kegiatan bersama (besar atau kecil) dengan pendampingan guru. Anak juga perlu dilibatkan lebih banyak dalam kegiatan gereja seperti memimpin pujian, berdoa, dsb.
• Pendekatan pribadi: guru perlu mendekati anak secara pribadi, dalam motivasi tertentu.
• Berikan kegiatan berkelompok dengan dasar kesamaan minat.
• Menghafal ayat Alkitab.
• Aktivitas: diskusi, bermain tebak tokoh, berandai-andai.

Anak Pra-Remaja (12-15 tahun)
 Fisik/Motorik
 Terjadi perubahan fisik dan hormonal yang pesat sehingga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan remaja.
 Mulai memperhatikan penampilan.
 Berbagai perubahan fisik sering membuat mereka menjadi canggung.
 Kognitif
 Rentang perhatian sudah lebih lama (15-20 menit).
 Mampu memikirkan berbagai kemungkinan pemecahan masalah.Testing limit.
 Sudah bisa berpikir abstrak.
 Psikososial/Afektif
 Masa pra-remaja dianggap sebagai masa-masa yang sulit.
 Terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan teman (teman kebih berpengaruh).
 Lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya.
 Masih belum bisa mengontrol waktu kegiatannya.
 Merasa tidak ada orang yang bisa mengerti mereka.
 Emosi cepat berubah (cepat menangis, tetapi cepat juga tertawa).
 Suka menyendiri.
 Suka memaksakan pendapat.
 Ingin lepas dari orang tua.
 Mulai bisa mengekspresikan cinta (cinta monyet).
 Tidak mau lagi dianggap anak kecil atau bergaul dengan anak yang lebih kecil dari mereka.
 Spiritual
 Mengembangkan pemahaman bergereja dengan menerima tanggung jawab dan melayani.
 Merealisasikan cerita Alkitab juga dengan kehidupan orang lain (usia sebelumnya hanya dengan diri sendiri).
 Ingin mendapat pemahaman yang jelas dan konkret mengenai pokok-pokok iman.
 Terkadang memiliki sikap anggap remeh terhadap sesuatu.
 Ingin tahu isi Alkitab lebih banyak.
 Sering bimbang.

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Membutuhkan aktivitas yang aktif (mis. olah raga) untuk mengimbangi perkembangan fisiknya.
• Anak butuh didengar dan diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat dan mengembangkan kreatifitas.
• Memiliki panutan/tokoh idola.
• Diikutsertakan dalam pelayanan: menjadi MC, pemimpin pujian, bermain musik, dll.
• Kegiatan yang tidak “kekanak-kanakan”.
• Konseling pribadi (anonim – menjaga kerahasiaan)
• Mendapatkan jawaban yang benar tentang Alkitab.
• Mendapatkan kesempatan untuk mencari, membaca, dan menemukan jawaban mengenai firman Tuhan.
• Mendapatkan pemahaman yang benar tentang LSD (love, sex, and dating).
• GSM harus berfungsi sebagai teman yang mengerti dan memahami mereka, serta dapat menemani mereka melewati masa transisi.
• Memerlukan dorongan, pujian, dan kesempatan untuk berprestasi.


IV. Tujuan Pendidikan Anak: Kerajaan Allah

Tujuan pokok pendidikan kristen, termasuk didalamnya pendidikan anak, adalah memperlengkapi warga jemaat agar dapat mewujudkan tanda-tanda kerajaan Allah dalam Yesus Kristus, sambil menantikan penggenapannya. Tujuan pendidikan Kristen perlu dijabarkan dalam konteks masa kini yang konkret dan tertentu, agar Kerajaan Allah tidak sekedar sebagai slogan melainkan hidup secara nyata dan jelas.
Konteks masa kini adalah dunia yang bergumul dengan masalah kemajemukan, kepekaan sosial, ligkungan hidup, globalisasi. Pendidikan bagi anak di gereja perlu memperhatikan ke 4 hal tersebut.
Menerima dan menghargai kemajemukan. Dalam Alkitab ditunjukkan sikap yang benar terhadap orang yang beragama lain, yakni sikap yang mau menerima kemajemukan, sebab Tuhan mengasihi semua orang.
Kepekaan sosial. Alkitab mengajarkan tentang kasih kepada semua orang, secara khusus ditujukan kepada mereka yang lemah, miskin, menderita. Tiap anak Tuhan semestinya memiliki kepekaan sosial dalam rangka hidup bersama orang banyak di dunia ini.
Lingkungan Hidup. Anak perlu mengenal dunia sekitar dan mencintai serta memeliharanya; sebab Tuhan menciptakan manusia di dalam alam semesta, dan manusia bertugas untuk memeliharanya.
Globalisasi. Arus informasi yang tidak bisa dibendung, perlu disiasati dengan filter dan sensor dari diri sendiri ysng telah diwarnai iman kristen. Teknologi komunikasi yang menyebabkan timbulnya komunikasi semudapat mengancam persekutuan, karena itu gereja tetap mempertahankan persekutuan yang sesungguhnya, leawt perjumpaan yang nyata. Teknologi juga bisa membuat orang menjadi individualis, bahkan egois; inilah tantangan bagi iman Kristen.


V. Metode Mengajar

Bercerita, baik menggunakan alat peraga maupun tidak, hanya merupakan salah satu cara penyampaian firman Tuhan di Sekolah Minggu. Masih banyak cara lain untuk mengajarkan firman Tuhan tersebut. Ada berbagai Metode Mengajar yang dapat kita gunakan untuk menunjang pengajaran kita.

Pengertian:
Metode mengajar adalah sebuah cara atau model-model yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar. Metode mengajar dipakai dengan tujuan agar anak dapat melalui tahap-tahap pembelajaran (penyampaian, penyerapan, dan penerapan materi) secara efektif.

Faktor yang dipertimbangkan dalam memilih metode:
Ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan oleh GSM sebelum menentukan metode mengajar yang tepat. Metode mengajar yang digunakan haruslah:
 Sesuai dengan kemampuan GSM yang mengajar. Artinya, seorang GSM harus mengenali kemampuannya sendiri dalam mengajar dan meresponinya.
 Sesuai dengan kemampuan anak. Baik secara verbal, maupun kemampuan psikomotorik. Artinya, GSM tidak boleh memaksakan atau mengharapkan anak untuk melakukan sesuatu yang tidak mampu mereka lakukan. GSM harus tahu betul kemampuan anak.
 Sesuai dengan tujuan pelajaran. Tujuan pelajaran tidak hanya menolong anak untuk mengerti pokok bahasan, tetapi juga untuk mengekspresikan pengalamannya serta kemampuannya melalui berbagai kegiatan/aktifitas.
 Sesuai dengan pokok bahasan yang disampaikan. Setiap pokok bahasan dapat disampaikan dengan metode yang berbeda-beda. Ada sejumlah pokok bahasan yang memerlukan diskusi kelompok, sementara yang lain memerlukan metode ceramah atau bercerita, atau perpaduan antara metode rekreasi dan aktivitas.
 Sesuai dengan waktu dan kondisi tempat yang tersedia. Metode yang digunakan hendaknya mempertimbangkan kondisi tempat dan waktu kegiatan yang dilaksanakan.
 Sesuai dengan jumlah anak dalam kelas. Sesuaikan metode dengan jumlah anak dalam kelas. Misalnya, akan sangat sulit jika memakai metode permainan “lingkaran” jika jumlah anak di kelas sebanyak 75 orang.
 Sesuai dengan minat dan pengalaman anak. Metode yang digunakan harus bervariasi agar terjadi keseimbangan antara informasi yang diterima untuk memahami pokok bahasan dan kesempatan untuk mengembangkan pemahaman tersebut.
 Sesuai dengan kedekatan relasi anak dengan pokok bahasan. Langkah awal dalam memulai pokok bahasan yang baru adalah dengan memakai metode yang telah dikenal baik oleh anak (biasanya dalam satu pokok bahasan dibutuhkan beberapa metode untuk menyampaikan pokok bahasan.
 Sesuai dengan kedekatan relasi GSM dengan anak. Karena GSM terlibat dalam proses belajar-mengajar, maka metode yang dipilih hendaknya mempererat relasi saling percaya di antara keduanya.
 Sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Sarana dan prasarana juga perlu diperhatikan dalam menerapkan metode mengajar. Misalnya saja, metode menonton film hanya dimungkinkan bila ada sarana seperti VCD player, TV atau layar, dsb. Papan tulis, gambar untuk cerita, boneka, tape, bahkan ruang kelas merupakan sarana yang dapat mendukung pemberlakuan metode mengajar.

Beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengajar:
 Metode Bercerita. Metode ini adalah metode yang paling sering digunakan ketika GSM hendak menjelaskan cerita Alkitab kepada anak. Metode “bercerita” ini hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan keberadaan anak,meliputi golongan usia, tingkat pemahaman, dan jumlah anak di kelas. Untuk usia yang lebih dewasadan bentuk yang lebih formal, biasanya metode ceramah atau presentasi juga digunakan.
 Diskusi. Metode ini hanya cocok digunakan untuk golongan usia anak besar ke atas atau anak yang telah memiliki kemampuan verbal yang baik. Paling cocok digunakan untuk kelas remaja/pra-remaja. Sebaiknya diskusi dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil dengan panduan GSM. Adakanlah pleno untuk merangkum hasil diskusi di kelas. Termasuk di dalam metode ini: brain-storming, diskusi panel, debat, buzz-group, dan sebagainya.
 Pojok Belajar. Dalam metode ini anak dajak untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang mendukung tema pada saat itu. Dalam metode ini, mintalah anak untuk membentuk kelompok-kelompok kecil. Mereka akan diminta untuk belajar melalui aktivitas-aktivitas yang diberikan dalam setiap pojok. Aktivitas belajar ini dapat juga digunakan untuk menjelaskan cerita Alkitab yang akan disampaikan.
 Bermain Peran (Role-play). Yang dimaksud dengan metode ini adalag suatu metode bermain dengan cara berperan. Naskah harus dibuat sesuai tema yang diangkat pada saat pelajaran berlangsung atau dalam menjelaskan cerita Alkitab. Bermain peran dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh anak yang hadir pada saat itu. Bentuk dari bermain peran ini dapat dilakukan dnegan berkelompok, yang akhirnya dibuat kesimpulan/evaluasi sebagai pesan yang hendak disampaikan.
 Metode Permainan (Rekreasi). Metode ini tidak hanya sekadar bermain, tetapi di balik itu adamakna yang ingin disampaikan. Dengan kata lain, permainan hanyalah faktor pendukung dari bahan yang hendak diajarkan/disampaikan. Permainan yang dilakukan harus disesuaikan dengan golongna usia anak. Termasuk di dalam metode ini kuis dan permainan simulasi.
 Metode Musik dan Lagu. Metode ini membutuhkan media musik dan lagu. Untuk mendukung cerita Alkitab, media musik dan lagu ini dapat digunakan sebagai bahan pendukungnya.
 Metode Gambar. Pada umumnya metode ini sering kali menjadi metode yang dipilih GSM. Metode ini tidak hanya melibatkan indra pendengaran saja, tetapi juga indra pengelihatan. Karena itu, metode ini cukup menarik perhatian anak. Contoh gambar yang digunakan bisa berupa gambar flanel, gambar pemandangan, dsb.
 Metode Pemutaran Film/In-focus (audio-visual). Dalam menggunakan metode ini, hal yang paling penting adalah sarana/prasarana yang ada. Untuk pemutaran film, misalnya, sarana yang diperlukan adalah televisi/layar datar, DVD/VCD player, dan perangkat lain.
 Observasi langsung. Anak akan sangat tertarik mengadakan obsevasi langsung. Misalnya untuk membahas topik saling mengasihi, anak akan senang jika diajak membantu teman-teman mereka yang ada di panti asuhan.

Contoh Metode yang Dapat Digunakan Sesuai dengan Golongan Usia:

 Kelas 1-2 SD
Metode yang dapat digunakan, misalnya:
Bercerita. Bercerita sangat baik digunakan dalam penyampaian materi pelajaran. Tentunya cerita harus disampaikan dalam bahasa sehari-hari yang sangat sederhana dan mudah dimengerti. Akan sangat baik bila bercerita didukung oleh alat peraga, misalnya gambar, suara, dsb.
Bermain. Dunia anak adalah dunia bermain. Oleh karena itu penyampaian pelajaran menjadi efektif dengan metode permainan. Dengan bermain, anak tidak hanya memahami tetapi merasakan dan mengalami secara langsung materi pelajaran. Melalui permainan, kebutuhan psikomorik –yang menjadi kebutuhan utama anak usia ini— terpenuhi. Permainan yang dimaksud mencakup kegiatan mewarnai, mencocokkan jawaban, dsb.
Tanya-jawab sederhana. GSM juga dapat menggali pelajaran dengan melakukan tanya-jawab sederhana, terutama dengan tujuan yang aplikatif. Dengan tanya jawab sederhana, anak dibiasakan untuk menyadari bahwa pelajaran tidak hanya ada di kelas, tetapi berangkat dari pengalaman mereka sehari-hari dan diterapkan juga dalam pengalaman sehari-hari. Penggunaan bahasa sama dengan cerita.

 Kelas 3-4 SD
Metode yang dapat digunakan, misalnya:
Penjelasan oleh GSM. Di kelas ini penjelasan dengan metode bercerita masih dapat digunakan. Dalam cerita maupun penjelasan, penambahan kata-kata baru dapat digunakan, hanya saja harus dijelaskan.
Bermain. Metode bermain masih dapat digunakan tetapi tingkat kesulitan harus ditingkatkan, misalnya menyusun puzzle, bermain kelompok, dsb.
Tanya-jawab. Tanya jawab bisa lebih kompleks. Misalnya, tanya-jawab yang menyangkut materi pelajaran.
Mengarang sederhana. Tujuannya adalah melatih anak mengekspresikan pendapat dan pengalamannya berkaitan dengan materi pelajaran. Mengarang tidak melulu deskriptif atau naratif, tetapi juga bisa berbetuk puisi, doa, lagu, dsb.
Kerja kelompok dan diskusi. Anak usia ini mulai dapat bekerja sama. Oleh karena itu perlu diterapkan metode kerja kelompok dan diskusi sederhana, misalnya menyusun puzzle secara berkelompok, berbagi pengalaman dalam kelompok, dsb.

 Kelas 5-6 SD
Metode yang dapat digunakan, misalnya:
Mendengarkan atau menyimak cerita. Anak usia ini sudah mulai bisa menangkap dan memahami kata-kata secara abstrak. Cerita masih dapat digunakan, hanya saja tingkat ketegangan dan alur cerita harus lebih kompleks sehingga mereka merasa tertantang ketika menyimak cerita.
Bermain. Metode ini juga masih dapat digunakan, hanya saja lebih banyak melibatkan permainan kelompok.
Tanya-jawab. Dapat digunakan dalam bentuk yang lebih kompleks, misalnya dengan melibatkan isu-isu aktual yang mereka ketahui (bencana alam, dsb).
Mengarang. Diterapkan dalam betuk pemilihan bahasa, isi, dan cara-cara yang lebih kompleks.
Kerja kelompok dan diskusi. Anak usia ini suka dengan kelompok. Mereka dapat dibiasakan dengan metode diskusi kelompok seperti brain-storming, memecahkan masalah bersama, merencanakan sesuatu (seperti bakti sosial atau pentas seni), dsb.

VI. Kesimpulan

Uraian di atas adalah sebuah kondisi yang ideal dari sebuah sekolah minggu. Harapan kita bersama, tentu saja, bisa mencapai hal tersebut. Kita menginginkan sekolah minggu yang betul-betul menjadi sebuah tempat pembentukan orang-orang Kristen yang sejati.
Dengan memandang segala tantangan yang ada, gereja terus mencoba memperbaiki diri. Sebab gereja yang protestan, adalah gereja yang mau terus menerus memperbarui dirinya. Lewat kegiatan pembinaan yang kita lakukan, para guru sekolah minggu di dorong untuk terus memperbaiki motivasi pelayanannya. Hal ini juga harus diikuti perubahan bentuk perhatian gereja (dalam hal ini para pemimpin gereja), yag terutama adalah memberikan dana yang lebih untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah minggu kita. Tidak memandang sekolah minggu asal ma adong, asal ma mardalan; sekolah minggu harus dipandang sebagai suatu tanggung jawab pelayanan kita kepada Tuhan.
Sulit??? Berat???
Oleh karena itu, janganlah melupakan faktor yang terpenting:
“Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam pesekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (I Korintus 15:58)

Tuhan Memberkati!!!!