Selasa, 02 November 2010

Keterangan Kotbah

Hatorangan tu Jamita Minggu, 07 November 2010
Ev. Ulangan 4:1-10 Ep. 2 Joh. 2:1-6 Pendahuluan

Kata “Ulangan” berasal dari istilah Deuteronomy (harfiah: pengulangan hukum). Kitab Ulangan, dalam pengertian tertentu, memang adalah sebuah “pengulangan hukum”. Nama Ibrani kitab ini adalah ‘elleh haddebarim (“Inilah perkataan-perkataan”) atau, lebih sederhana, debarim (“perkataan-perkataan; lih. 1:1).
Kitab Ulangan menempatkan Musa dan bangsa Israel di wilayah Moab, di daerah di mana Sungai Yordan mengalir ke Laut Mati (1:5). Sebagai tindakan akhir melimpahkan kepemimpinannya kepada Yosua, ia memberikan kata-kata perpisahannya yang begitu emosional kepada bangsa Israel untuk mempersiapkan mereka masuk ke Kanaan. Beberapa pokok yang penting dari buku ini ialah:
1. Musa mengingatkan bangsa Israel akan peristiwa-peristiwa besar selama 40 tahun yang terakhir. Ia mohon kepada bangsa Israel supaya mereka ingat bagaimana Allah memimpin mereka melalui padang gurun dan karena itu mereka harus taat dan setia kepada Allah.
2. Musa mengulangi Sepuluh Perintah Allah, dan ia menekankan arti Perintah yang Pertama. Ia minta dengan sangat supaya orang Israel beribadat kepada TUHAN saja. Lalu ia mengulangi beberapa hukum dan perintah yang mengatur kehidupan bangsa Israel di tanah yang sudah dijanjikan.
3. Musa mengingatkan bangsa Israel akan arti ikatan perjanjian Allah dengan mereka. Ia mendorong bangsa itu supaya membaharui kesediaan mereka untuk memenuhi kewajiban-kewajiban mereka.
4. Yosua ditunjuk sebagai pengganti Musa untuk memimpin umat Allah. Sesudah menyanyikan sebuah lagu pujian bagi kesetiaan TUHAN, dan mengucapkan berkat atas suku-suku Israel, Musa meninggal di Moab, di sebelah timur Sungai Yordan.

Tema pokok Kitab Ulangan ialah bahwa Allah sudah menyelamatkan dan memberkati umat pilihan-Nya, bangsa yang dikasihi-Nya. Jadi bangsa Israel tak boleh lupa akan hal itu. Mereka harus mentaati Allah, supaya mereka tetap hidup dan terus diberkati. Ayat-ayat yang paling penting dalam buku ini ialah 6:4-6. Ayat-ayat ini memuat kata-kata yang oleh Yesus disebut hukum yang terbesar, "Cintailah TUHAN Allahmu dengan sepenuh hatimu: Tunjukkan itu dalam cara hidupmu dan dalam perbuatanmu."

Tafsiran Teks

“Hai orang Israel, dengarlah!” Seruan ini merupakan sebuah panggilan yang dipakai untuk mengumpulkan umat Israel pada masa sidang, perang, dan ibadat hari raya. Panggilan tersebut merupakan tuntutan kepada umat untuk menekankan betapa pentingnya Hukum Tuhan yang akan disampaikan. Penekanan panggilan ini sangat kuat karena hukum yang akan disampaikan itu harus ditaati agar Israel memperoleh berkat dan kesejahteraan. Dan karena itu pula, tidak seorang pun bisa “mengurangi...menambah” Hukum yang telah disampaikan Tuhan. Maksud larangan ini adalah agar Israel sungguh-sungguh menghargai firman Tuhan yang disampaikan, jangan sampai ada bagian-bagiannya yang diabaikan atau ditonjolkan secara berat sebelah menurut selera manusia saja, melainkan hendaklah selera dan kehendak Tuhan di dalam firmanNya yang ditonjolkan. Dengan kata lain, bukan kita yang mengatur firman itu, tetapi biarlah firman Tuhan yang membentuk kepribadian kita menjadi pribadi-pribadi yang beriman kepadaNya.
Musa mengingatkan kembali bangsa itu akan peristiwa Baal-peor (Bilangan 25), sebagai contoh bahaya yang pasti menimpa bila bangsa itu berbalik dari Allah. Kemarahan Allah atas perbuatan menyimpang dari firmanNya memakan korban yang banyak dari bangsa itu, “dua puluh empat ribu orang banyaknya” (Bilangan 25:9). Musa mengingatkan kembali peristiwa tersebut kepada Israel agar menjadi pelajaran yang berharga dan supaya mereka tetap setia kepada Tuhan.
Musa juga memberikan nasehat-nasehat yang bersifat menguatkan bangsa Israel dengan membandingkan mereka dengan bangsa-bangsa lain yang telah lebih mendiami Tanah Kanaan. Israel diingatkan bahwa mereka berbeda dari bangsa-bangsa lain, dan hendaknya menjadi contoh kepada bangsa-bangsa tersebut. Hal ini didasarkan pada 2 hal:
a. Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti TUHAN, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya? (ayat 7). Bangsa-bangsa lain beranggapan bahwa dewa-dewa mereka harus dibujuk dengan persembahan-persembahan supaya melindungi mereka. Tetapi perlindungan itu pun ternyata tidak pasti. Berbeda dengan Israel yang mempunyai jaminan kasih setia Tuhan, karena bukan Israel yang memilih Dia, tetapi Dia lah yang telah memilih mereka. Dia lah yang telah berinisiatif menyatakan diriNya dan kasihNya.
b. Dan bangsa besar manakah yang mempunyai ketetapan dan peraturan demikian adil seperti seluruh hukum ini, yang kubentangkan kepadamu pada hari ini? (ayat 8). Peraturan-pertauran dalam kitab Ulangan diperkenalkan sebagai pemberian Tuhan. Dengan demikian tidak ada bangsa lain di dunia kuno yang mempunyai ketetapan hukum yang demikian adil seperti Taurat. Mereka bersandar kepada bimbingan dari allah-allah lain, sedangkan Israel bersandar pada bimbingan Allah yang sempurna.

Sekalipun umat Israel berbeda dari bangsa-bangsa lain, Musa tetap mengarahkan mereka untuk waspada karena keistimewaan bangsa itu bisa sirna jika tidak setia kepada Tuhan. Musa menganjurkan bangsa itu untuk waspada dan berhati-hati dan jangan melupakan hal-hal yang telah mereka lihat. Kata waspada dalam terjemahan harafiah berarti memelihara diri dan menjaga nyawa dengan sangat baik. Hal ini mau menunjukkan betapa pentingnya petunjuk-petunjuk Tuhan demi keselamatan umat. Bahkan petunjuk-petunjuk tersebut harus diwariskan kepada generasi ke generasi supaya jangan hilang dari ingatan seumur hidup dan memberitahukan itu kepada anak-anak. Takut akan Tuhan, harus ditanamkan dan diajarkan pada generasi berikutnya. Takut yang sejati akan Tuhan menyebabkan orang percaya menaruh iman dan kepercayaan untuk beroleh selamat hanya kepada-Nya. Misalnya, setelah bangsa Israel menyeberang Laut Merah atas tanah kering dan menyaksikan pembinasaan besar yang diderita bala tentara Mesir, maka "takutlah bangsa itu kepada Tuhan dan mereka percaya kepada Tuhan" (Kel. 14:31). Demikian pula, pemazmur meminta orang yang takut akan Tuhan untuk "percaya kepada Tuhan -- Dialah pertolongan mereka dan perisai mereka" (Mazm. 115:11). Dengan kata lain, takut akan Tuhan menghasilkan di dalam umat Allah pengharapan dan kepercayaan yang kokoh kepada-Nya. Oleh karena itu, jangan heran bahwa umat semacam itu selamat (Mazm. 85:10) dan menerima kasih dan kemurahan-Nya yang mengampuni (Luk 1:50; bd. Mazm. 103:11; 130:4).


Pokok-pokok Kotbah
1. Kehidupan kita setiap hari memasuki situasi yang berbeda. Situasi yang kita hadapi hari yang lalu, minggu lalu, bulan lalu, dan tahun yang lalu berbeda situasinya dengan situasi sekarang. Kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, telah membawa kita kepada situasi sulit untuk memilih mana yang baik mana yang tidak baik. Firman Tuhan yang disampaikan Musa kepada bangsa Israel pada ribuan tahun yang lalu tetap sesuai dengan saat ini, dimana Tuhan mau katakan:”Maka sekarang hai umatKu, dengarkanlah!” Mendengarkan firman Tuhan dan menjadikannya sebagai pedoman hidup akan membawa kita pada perjalanan hidup yang teratur karena Tuhan sendiri yang menuntun dan mengarahkan. Perjalanan yang teratur itu akan mendatangkan berkat dan sejahtera bagi yang setia kepada Tuhan.
2. Dalam perjalanan hidup kita hingga saat ini, terdapat banyak peristiwa yang dapat dijadikan pelajaran. Tentu kita belajar dari peristiwa-peristiwa yang manis maupun pahit. Terutama peristiwa yang pahit, yang pernah membuat kita merasakan sakit/penderitaan karena perbuatan kita sendiri, tentu tidak akan kita ulangi lagi. Dengan tidak mengulangi lagi peristiwa yang pahit/salah tersebut, kita menjaga diri kita untuk tetap hidup dalam pengabdian dan ketaatan kepada Tuhan. lewat pengabdian dan ketaatan itulah kita tetap menerima kasih Tuhan dalam hidup kita.
3. Pangabdian dan ketaatan kepada Tuhan akan membuahkan berkat. Hal ini harus dirasakan oleh umat Tuhan secara turun-temurun, tidak hanya oleh 1 atau 2 generasi. Karena itu, peranan orang tua sebagai pendidik untuk mendidik anak-anaknya di rumah dalam pendidikan iman Kristiani, sangat diharapkan dapat berfungsi dengan baik. Rumah tangga atau keluarga adalah pusat pendidikan yang utama dalam gereja. Orang tua yang telah mengenal Tuhan kita dan menerima pengajaran tentang segala perbuatanNya, diharapkan dapat meneruskan hal tersebut kepada ana-anaknya. Anak-anak yang mewarisi anugerah keselamatan itu akan mengenal sumber anugerah tersebut, yaitu Yesus Kristus, dan akhirnya akan taat kepada petunjuk-petunjukNya.
4. Allah sudah berjanji untuk memberikan berkat melimpah kepada semua orang yang takut akan Dia. "Ganjaran kerendahan hati dan takut akan Tuhan adalah kekayaan, kehormatan, dan kehidupan" (Ams 22:4). Berkat lain yang dijanjikan ialah perlindungan dari kematian (Ams 14:26-27), kebutuhan sehari-hari (Mazm. 34:10; 111:5), dan hidup yang panjang (Ams 10:27). Mereka yang takut akan Tuhan tahu bahwa orang yang takut akan Allah "akan beroleh kebahagiaan" apa pun yang terjadi di sekitar mereka (Pengkh. 8:12-13).

Hatorangan Jamita 3

Hatorangan tu Jamita Minggu, 31 Oktober 2010
Ev. Hesekiel 33:12-19+30-33 Ep. 2 Timoteus 2:1-7 S. Patik. Matius 7:21

Patujolo

31 Oktober 1517, gabe sada tikki na ringkot siingotonta sahat tu tingki on. Di huta Wittenberg, sahalak Imam Katolik na margoar Marthin Luther, mamungka sada gerakan di bagasan gereja. Di pagian ni ari gerakan on digoari sebagai Reformasi Gereja, na marujung tu mullop na kaum Protestan. Ngolu ni parugamaon di tingki i nunga lam tahis, maul (menjadi meleset) sian hasintongan ni Debata. Ulaon ni Huria di tingki i na manggadis surat hasesaon ni dosa (surat pengahpusan dosa) margugu tu pembangunan gereja Santo Petrus di huta Rom, mambahen gabe mambur (kabur) ruas i sian haporseaon na sintong i. Tubu ma pangajarion na mandok marhite surat hasesaon ni dosa na dituhor gabe dapotan hasesaon ni dosa ma joma i jala dipadame tu Debata. Haluaon na sian Debata dilapati:”Molo dipamasuk ho hepengmu tu poti pelean i, mangolu ma tondim di banua ginjang.”
Alani i, dibagasan gerakan Reformasi Gereja na i, Marthin Luther naeng paulakhon huria nang ruas i tu haporseaon na sintong. Adong 3 semboyan Reformasi Gereja na didok ibana: Sola Fide (hanya karena iman), Sola Gratia (hanya karena anugerah), Sola Scriptura (hanya karena Alkitab). Rimpunan na i ma: taruli hita di haluaon na sian Debata ndang alani usahanta, ndang alani hasintonganta, alai holan ala asi ni roha ni Debata na manghaholongi jala manesa saluhut dosa dohot pangalaosionta.
Di Minggu Reformasi on, marhite Buku Hesekiel, ditogihon do hita laho paimbaruon haporseaon dohot moralitas na adong dibagasan ngolunta, baik secara pribadi dohot tu masyarakat.

Situasi ni Surat

Panurirang Hesekiel rap tarbuang tu babel dohot Raja Joyakhim. Rap manaon na porsuk do ibana dohot bangsona di habuangan i. Dibereng ibana do parngoluon ni bangso i na lam holang sian Tuhan, nang pe mangae na porsuk nasida, ndang di pajonok tu Tuhan i. Nunga 5 taon lelengna nasida dibagasan habuangan, di si ma ro panjouon ni Debata tu ibana. Hesekiel lapatanna: “Debata mampargogoi” (Allah menguatkan), sada goar na gabe tanda tu bangso Israel bahwa Debata tongtong mamparrohaon nasida dibagasan hagogoton ni nasida. Na gabe mandele nasida di habuangan i alani na so habotoan do pe di sadia leleng nai nasida di Babel i. Hesekiel disuru manurirangi di tongatonga ni bangso, laho mansoarahon tu nasida asa mangolu di bagasan pangkirimon tu Debata. Debata sandiri na pabangkit ibana gabe “parjaga di pinompar ni Israel”. I do na gabe ulaonna di tongatonga ni bangso i di Babel.

Tafsiran Teks

Impola ni barita na di boan Hesekiel tu tonga-tonga ni bangso i, di bagasan perikop jamita on:
a. Tung na so tarpalua hatigoran ni halak partigor ibana di ari pangalaosionnai; Na nidokna di si: hatigoran ni halak partigor ndang paluahon, molo ibana muse mangulahon hajahaton, manang halak na tigor ndang dapotan hangoluan molo diujungna ibana mangulahon dosa. Agan pe (meskipun) di dok Debata:” Ingkon mangolu ibana!”, alai ndang gabe marhaposan tu hasintonganna i ibana jala gabe uhut mangulahon na so uhum. Sahalak na mangolu dibagasan hatigoran, mian ma dibagasan hatigoran na i. Ndang marlapatan hatigoran na taulahon di ngolunta molo huhut hita mangulahon hajahaton. Paruhuman ni Debata di ari parpudi ndang dirajumi marondolan tu godang ni hasintongan maralohon tibot (kesalahan) na taulahon di ngolunta. Ndang sarupa songon timbangan ni pengadilan ni portibi on timbangan ni Debata laho manontuhon uhum di ari parpudi. Haluaon ni hita jolma, merupakan silehonlehon ni Debata. Jadi marsigantung tu asi ni roha ni Tuhan na tahaporseai mangalehon haluaon i di hita.
b. Hajahaton ni halak parjahat pe ndang tagamon manginsombut tu ibana di ari hamumulakna tumadingkon hajahatonna i; Baliksa do on sian tu halak na mangolu dibagasan hatigoran, halak na mangolu dibagasan hajahaton pe boi do gabe malua molo olo ibana manadingkon hajahatonna i. Agan pe (meskipun) nunga didok Debata:”Ingkon mate do ho!”, hape mulak rohana tumadingkon dosana, jala diulahon uhum dohot hatigoran, i do na dapotan haluaon na sian Debata. Hamubaon i tarida sian pambahenanna na: dipaulak halak parjahat i singkoram jinalona i, tung disingkat do na nirampasna, tung diparangehon do angka patik ni hangoluan, unang mambahen hageduhon. Saluhut dosana ndang ingoton ni Debata be, songon hataNa marhite panurirang Yesaya 1:18b:”Dung i sai ro ma hamu, asa mardabudabu hita, ninna Jahowa. Tung sura rara dosamuna songon abit bunga dapdap, bontar do bahenonku songon itak; nang pe rara songon abit hasumba, gabe songon hapas do muse.” Digombarhon do tu hita Debata na marasi roha tu halak parjahat na tutu manolosoli dosana. Tudosanna boi tabereng sian pengalaman on i ma pembatalan ni uhum na sian Debata tu huta Ninive (Yunus 3:10).
c. Tingkos do dalan ni Tuhan i. Di hatorangan na dilehon Debata marhite si Hesekiel, di alusi bangso i do mandok:” Ndang tingkos dalan ni Tuhan i”. Alai baliksa, bangso i do “dalannasida sandiri tahe ndang tingkos!”. Dipillit Debata nasida gabe bangsoNa asa radotan ni nasida padan ni Debata, i pe asa gabe hasian ni Debata bangso i. Dungi manjadi harajaon malim ma nasida jala bangso na badia di Debata (2 Musa 19:5-6). Diajari bangso i mangolu dibagasan uhum ni Debata asa gabe sitiruon nasida tu sude bangso na di portibi on. Hape, ndang boi nasida mangolu dibagasan hatigoran i jala ndang boi nasida gabe bangso na badia. Patut ma diuhum Debata nasida marhite na masa habuangan tu Babel.
Di son ma dipatuduhon Debata asi ni rohaNa tu bangso i. Diginjang ni ayat on, i ma ayat 11, di pasahat Heseskiel do hata ni Debata:”Dok ma tu nasida: Songon sintongna mangolu ahu, ninna Tuhan Jahowa, tung na so lomo do rohangku mida hamatean ni halak parjahat i, so ingkon mida hamumulak ni parjahat i tumadingkon dalanna i nian, asa mangolu ibana. Antong sai mulak ma hamu tumadingkon dalanmuna angka na jahat i! Boasa tung tagonan mate hamu, ala pinompar ni Israel?” Tingkos do dalan ni Tuhan i tu bangso i, na sai mangalehon tikki tu bangso i asa marhamubaon.
d. Bangso i ndang mangulahon Hatani Debata. On ma sada kenyataan na tarida secara patar di tonga-tonga ni bangso i, na so olo jala na so hea mangulahon Hata ni Debata. Di tingki ro hata ni Debata tu bangso i, torop do nasida jala masipandohan nasida asa marpungu mambege “manang hata dia na ruar sian Jahowa!” (30). Alai holan na mambege ndang olo mangulahon. Di tikki ro angka naposo ni Debata pasahathon baritaNa, tudos do i songon suara ni parende na bage, na malo mamiltik parhinaloan, ditangitangi nasida do nian angka hata i, hape nanggo sahalak ndang anggo mangulahon (31-32). Nunga ro angka panurirang laho pasahathon dohot mangajarhon hata ni Debata tu nasida, alai ndang bukka roha nasida laho manjalo i. na jotjot terjadi i ma ndung salpo panurirang i, baru ma mangangguhi nasida mangido pangurupion asa ditogihon tu hasintongan dohot hatigoran ni Debata.

Pokok-pokok Sijamitahonon
1. Mangulahon na denggan ndang boi holan parsatongkinan, manang ndang holan sahali dungi ndang diulahon be. Naeng ma mangulahon na denggan di bagasan ngolunta ongabe sada hasomalan di ngolunta. Tajaga dirinta sian angka ulaon na jahat. Halak na boi manjaga dirina mian dibagasan ulaon na denggan, i do dapotan tumpal hangoluan i. Pangungkapon 2:10b:”Sai burju ma ho rasirasa mate; dung i lehononku ma tu ho tumpal hangoluan i!
2. Adong hata ni na pistar mandok:”Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali”. Hata on bo i gabe nasehat tu hita na mangolu dibagasan hajahaton. Debata tongtong dibagasan serep ni rohaNa paimahon hamumulak ni parjahat i tumadingkon dalanna, gabe mangihuthon dalan ni Debata. Ndang adong hata “nunga tarlambat” laho paubahon ngolunta diadopan ni debata. Debata sandiri, nang pa nunga di dok tu parjahat i,” Ingkon mate do ho!”, alai molo olo manundalhon hajahaton i, tung na dapotan asi ni roha ni Debata do ibana.
3. Sada ayat na dipakke tokoh pendiri ni HchB/HKI di na pajongjonghon huria i, i ma Jakobus 1:22,”Alai gabe siulahon Hata i ma hamu, unang holan pananginangi, angka na paotootohon dirina!” On ma na sai ingkon marsaringar di ngolunta. Naeng ma hita balang (setia) jalo manongtong laho mangulaho Hatani Debata dibagasan ngolunta. “Lulu i hamu ma Jahowa, asa mangolu hamu!” (Amos 5:6), jala “Lulu i hamu ma na denggan, unang tagonan na jat i, asa mangolu hamu!” (Amos 5:14). Di ganup situasi ni ngolunta, hata ni Debata margogoihon hita, asal ma taulahon, unang holan ditangihon.

Hangoluan dohot Haluaonta Ro sian Asi ni Roha ni Debata
1. Marsihohot di bagasan ulaon na denggan
2. Sai ingot ma hita manolosoli dosanta
3. Sai Tangihon huhut ulaon hataNa

Senin, 25 Oktober 2010

Sakramen

Pokok-pokok Ajaran Protestan


Suatu hari, ketika saya akan melayankan acara penguburan bagi warga jemaat HKI yang meninggal dunia, saya dikejutkan oleh panggilan dari protokol acara tersebut. Setelah acara adat kematian selesai dilaksanakan, dengan lantang protokol acara tersebut menyuarakan lewat pengeras suara:”Ala naung simpul ulaon adat, pinasahat ma tingki tu amamg Pandita nami laho mangaleho sakaramen di natuatua on” (Indonesia: Selanjutnya kami persilahkan untuk pak pendeta untuk melayankan sakramen). Mendengar hal tersebut saya terkejut, namun masih berusaha memaklumi, bahwa mungkin dia adalah seorang jemaat awam atau bisa jadi penganut Katolik. Tapi, setelah saya tanya kepada penatua yang menemani saya, dia katakan bahwa orang yang mengucapkan hal tersebut tersebut berasal dari kalangan Protestan dan, hal yang paling mengejutkan saya, seorang sintua pula! Bagaimana mungkin, seorang Protestan yang sekaligus sintua di gereja Protestan, bisa menyatakan hal yang demikian?
Sebenarnya bukan sekali itu saja saya pernah mendengar pernyataan seperti itu keluar dari seorang Protestan. Tidak hanya dalam acara penguburan, bahkan dalam sebuah sermon, ucapan tersebut pernah saya dengar. Ada sebuah pemahaman bahwa acara penguburan bagi warga jemaat yang meninggal adalah sebuah sakramen. Ini menjadi sebuah keprihatinan bagi saya, betapa masih banyak warga jemaat, bahkan penatua, yang tidak memahami pokok-pokok ajaran Martin Luther, Bapa Reformasi Gereja, tentang sakramen. Masih ada warga jemaat Protestan yang tidak mengetahui bahwa ada perbedaan pemahaman antara Protestan dengan Katolik, tentang apa itu sakramen dan ada berapa jenis sakramen yang diakui oleh gereja Protestan.

Inilah yang menjadi dasar penulisan artikel kecil ini, ingin menolong warga jemaat dan para penatua dari kalangan Protestan untuk lebih memahami apa itu sakramen, apa saja yang menjadi sakramen di gereja protestan.

Apa itu Sakramen?

Kata Sakramen berasal dari kata Latin, sacramentum, yang sudah diadopsi ke dalam bahasa teologia oleh Tertullianus (Bapa Gereja yang hidup sekitar tahun 200). Kata sacramentum dapat diterjemahkan dengan “perbuatan kudus” atau “upacara suci”. Jadi sakaramen menurut arti katanya adalah perbuatan suci atau upacara suci. Menurut pengertian Kristen, sakramen berarti perbuatan suci atau upacara suci yang ditetapkan Tuhan Yesus sendiri tatkala ia masih berada di dunia ini.
Gereja Katolik Roma mengenal 7 (tujuh) sakramen. (1) Permandian, yang olehnya – menurut ajaran Katolik Roma – dihilangkan dosa asal; (2) Penguatan, yang diberikan kepada anak-anak setelah berumur kira-kira 12 tahun, untuk menguatkan mereka dalam perjuangan iman yang akan datang; (3) Ekaristi, berasal dari istilah Yunani “Eucharistia”, artinya ucapan syukur; (4) Pengakuan, yaitu pengakuan dosa-dosa yang dilakukan setelah Permandian dan yang diampuni dengan perantaraan kuasa imam; (5) Perminyakan, yang memberi kepada orang sakit kekuatan untuk mati secara kristen; (6) Imamat (=keimaman, pentahbisan menjadi imam) yang olehnya diberi kekuasaan untuk melanjutkan keimaman Kristus; dan (7) Perkawinan, yang menurut ajaran katolik Roma ditetapkan oleh Allah dalam taman Firdaus dan oleh Yesus diangkat menjadi sakramen.

Di dalam gereja Protestan, yang berpedoman kepada ajaran para reformator (Marthin Luther, dkk.), hanya ada dua sakramen, yaitu : Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Sebab menurut Alkitab, hanya kedua sakaramen itulah yang secara langsung ditetapkan Tuhan Yesus. Dengan kedua sakramen ini, dikatakan, bahwa Tuhan Yesus hendak memeteraikan (menetapkan ; mensyahkan) janji-Nya, yaitu bahwa Ia menganugerahkan kepada kita keampunan dosa dan kehidupan kekal berkat pengorbanan dan kematian-Nya (Roma 4:11). Sakramen diadakan bukan hanya sebagai tanda-tanda yang dengannya orang dapat dikenal secara lahiriah sebagai orang Kristen, melainkan agar sakramen-sakramen menjadi tanda-tanda dan kesaksian-kesaksian akan kehendak Allah atas kita untuk membangkitkan dan meneguhkan iman kita. Jadi sakramen itu ditetapkan agar iman kita diarahkan kepada pengorbanan Kristus sebagai satu-satunya dasar dan jaminan keselamatan kita. Roh Kuduslah yang menanamkan arti sakramen itu ke dalam hati kita (Roma 6:3) dan kita patut menerima sakramen itu dengan sukacita dan rasa syukur.

Baptisan Kudus

Baptisan Kudus menjadi tanda dan meterai yang mencap orang beriman dan anak-anaknya selaku jemaat yang dikuduskan untuk menjadi milik Kristus secara khusus (1 Kor. 7:14). Lewat Baptisan kita telah diterima menjadi anak-anakNya dan warga kerajaan-Nya, setelah Ia terlebih dahulu menyucikan kita dari segala dosa, termasuk dosa yang kita warisi dari Adam, manusia pertama yang jatuh ke dalam dosa.
Dalam Matius 28:19, Tuhan Yesus memerintahkan agar murid-muridNya “...jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka di dalan nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,...” Perintah agung inilah yang menjadi salah satu pedoman utama gereja untuk menyelenggarakan baptisan. Juga dalam pasal terakhir Injil Markus (16:16) dikatakan:”Siapa yang percaya akan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.”
Di dalam gereja kita, yang dibaptis adalah anak kecil sesuai dengan fungsi baptisan sebagai tanda pengesahan. Marthin Luther sendiri menegaskan bahwa Anak-anak dibaptis karena perintah Allah.

Begitu pula yang kita lakukan bila kita membaptis anak-anak. Kita membawa anak itu dan menganggap serta berharap bahwa ia percaya. Kita meminta agar allah memberi iman kepadanya. Namun, kita membaptisnya bukan karena imannya, melainkan hanya karena Allah telah menyuruh kita membaptis. (Buku Konkord, Konfesi Gereja Lutheran)

Baptisan diwujudkan dengan air (ada yang memercikkan, ada juga yang menyelamkan). Air menjadi simbol pembersihan kita, bahwa Adam lama kita bersama dengan dosa-dosa dan keinginan jahat dihanyutkan oleh penyesalan dan pertobatan kita. Yang terpenting adalah bukan airnya atau caranya, melainkan maknanya, yakni bahwa seseorang telah disyahkan menjadi warga Kerajaan Allah di dalam nama Allah Bapa, Allah Anak (Tuhan Yesus) dan Roh Kudus.

Perjamuan Kudus

Ketika Tuhan Yesus merayakan Perjamuan Paskah untuk terakhir kalinya, Ia mengambil roti, memecahkannya dan memberikannya kepada murid-muridNya sambil berkata:”Inilah tubuhKu yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” (I Kor. 11:24). Pada akhir pertemuan, ketika diedarkanNya cawan berisi air anggur, Ia berkata:”Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu; perbuatlah ini setiap kali kamu meminumnya menjadi peringatan akan Aku!” (I Kor. 11:25).

Berdasarkan perkataan-perkataan inilah maka beberapa kali dalam setahun jemaat Protestan mengadakan kebaktian khusus untuk merayakan Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus adalah Perjamuan yang tergolong kepada Perjanjian yang diadakan Allah dengan umatNya di bukit Golgota (Perjanjian yang Baru), dimana anak domba Paskah telah dikorbankan satu kali untuk selama-lamanya (I Kor. 5:17). Bila pada perayaan Perjamuan Kudus kita menerima roti dan anggur, maka dengan “Firman yang kelihatan” ini ditegaskan dan diberi jaminan kepada kita bahwa kita boleh ambil bagian dalam keselamatan yang dikerjakan Kristus bagi manusia. Sebab, dengan menerima tanda-tanda roti dan anggur itu kita dijadikan satu dengan Kristus di dalam kematianNya. Perjamuan Kudus adalah tanda yang ditetapkan Tuhan untuk mengingatkan semua orang yang percaya kepadaNya kepada sengsara dan pengorbananNya untuk menebus dosa kita dan menyediakan kehidupan kekal bagi kita. Dengan menerima tanda itu kita boleh yakin bahwa sekarang pun kita telah menerima keselamatan itu, dan itu sepenuhnya akan kita nikmati ketika kita bersama dengan Dia merayakan Perjamuan Agung bersama Dia di kerajaanNya yang kekal, setelah Ia datang kembali membarui dunia ini.

Ada dua tanda yang digunakan dalam penetapan Perjamuan, yaitu roti dan anggur. Roti melambangkan tubuh Kristus dan anggur melambangkan darahNya; kedua-duanya telah dikorbankan di atas kayu salib. Marthin Luther menegaskan bahwa tubuh dan darah Kristus ada ‘”dalam” dan “dibawah” unsur roti dan anggur. Tidak ada perubahan dalam substansi unsur-unsur itu, tetapi pada waktu menerimanya jemaat sesungguhnya menerima tubuh Kristus yang sudah dimuliakan dan memang ada dimana-mana. Dengan demikian, kristus benar-benar hadir dalam Perjamuan, dilokalisasi dalam unsur-unsur roti dan anggur yang tidak berubah sifatnya.

Tujuan dari Perjamuan Kudus, oleh Marthin Luther disebutkan, adalah: (1) untuk memperoleh ‘harta’ yang di dalam dan melaluinya kita menerima pengampunan dosa. Karena itulah yang dikatakan dan diberikan Kristus kepada kita, supaya semua ini dapat menjadi milik kita dan bermanfaat bagi kita sebagai suatu jaminan dan tanda yang pasti. Marthin Luther sendiri menegaskan:”Sesungguhnya, itulah pemberian yang Ia berikan kepada ku dalam perjuangan melawan dosa-dosa ku, maut dan segala kemenangan.” (2) untuk memelihara dan menguatkan manusia baru. Melalui baptisan kita telah dilahirkan menjadi manusia baru. Namun, kulit kita yang lama tetap beserta kita, sama seperti darah dan daging. Ada begitu banyak rintangan dan serangan dari iblis dan dunia, sehingga kita sering menjadi letih dan lesu, bahkan kadang-kadang tersandung. Perjamuan Kudus diberikan kepada kita sebagai makanan dan penyegaran sehari-hari sehingga iman kita dapat bertumbuh lagi dan memperbaharui kekuatannya, tidak jatuh lagi dalam pergumulan, melainkan semakin teguh.
Siapakah yang dapat mengikuti sakramen ini? Penting untuk kita pahami bahwa sakramen ini diberikan bukan karena kita layak menerimanya. Kita menerima sakramen ini bukan sebagai orang yang seolah-olah sudah murni dan tak berdosa, melainkan sebagai sebagai orang yang hina dan malang, yang menginginkan rahmat dan penghiburan Allah. Karena itu, sakramen-sakramen itu harus disertai iman, dan sakramen-sakramen itu dipergunakan dengan benar apabila diterima dengan iman dan untuk meneguhkan iman. Ini adalah janji kristus kepada kita, dan sungguh suatu dosa dan aib bila kita bersikap menolak dan menunda-nundanya sampai hati kita menjadi dingin dan keras dan tidak lagi merindukan Perjamuan Kudus.

Jadi, saya harap tidak ada lagi salah paham tentang Sakramen di dalam kita, kaum Protestan. Tidak akan ada lagi orang protestan yang mengatakan agar orang mati “disakrameni”, karena itu bukanlah sebuah sakramen!
Pdt. Riston Eirene Sihotang, S.Si. (Teologi)

Kamis, 21 Oktober 2010

Hatorangan Jamita 2

Hatorangan tu Jamita Minggu, 24 Oktober 2010
Ev. 2 Timotius 3:1-7 Ep. Mateus 24:4-13 S. Patik. I Petrus 3:11

Patujolo
Globalisasi i ma sada proses mengglobal/mendunia. Proses on didorong oleh kemajuan di bidang teknologi komunikasi dohot transportasi, mambahen jarak ndang gabe sada persoalan be di hita. Aha na masa di luat na dao, dohot hatop bo i sahat tu hita marhite televisi dohot internet. Isarana: serangan teroris tu menara WTO di Amerika nadigoari serangan 11 September 2001, dalam hitungan menit nunga sahat tu sude halak di portibi on. Barita sian keluarganta na tinggal dao sian hita, dohot hatop boi sahat tu hita. Nihilalaon ndang adong be batas antara hita na adong di Indonesia dohot halak na di negara asing. Ndang gabe sada hambatan be jarak ribuan kilometer di hita. Dohot do muse hita sude nunga dohot dibagasan kemajuan i, contoh kecil lewat penggunaan HP. Akses informasi na tarbuka manang tu ise pe, mambuka peluang na lam balga di kemajuan ekonomi na masa.
Alai, songon uang logam na memiliki dua sisi, songoni do globalisasi. Selain mamboan hal na positif, dohot hal-hal negatif berkembang dibagasanna. Akses informasi na bebas mambahen ragam budaya, ideologi, haporseaon na adong di portibi on sai mura masuk tu Indonesia. Budaya asli naung adong i, lambat laun lam mago, digantihon oleh budaya global. Perdagangan bebas mambaen negara-negara semakin bersaing. Lam hapal roha diri, ai holan tu kepentinganna sambing nama disarihon. Kemajuan teknologi dohot do mendorong pola hidup na konsumtif, gabe tu konsumerisme. Laho mencukupi pola na komsumtif i, hepeng nang pe hinilang (didapat secara tidak halal) ingkon di dapot. Jolma lam bersifat individualis, lapatanna: holan mangharinghothon di dirina jala ndang parduli be tu halak.

Situasi ni Surat

2 Timotius merupakan surat na paduahon sian Paulus tu si Timotius, na ditaruhon sahalak na margoar Thikikus (4:12). Sian bagasan penjara di huta Rom, tung mansai malungun do rohana di naung marlaoan angka donganna, tinggal si Lukas na rap dohot ibana. Di tamba muse pangarupaon (perlakuan sewenang-wenang) na dijalo ibana dibagasan penjara. Dirante do ibana (1:16), jala songon siula hajahaton do ibana dibahen (2:9). Ndang ditontuhon do pe uhum tu ibana, alai ninna roha ni si Paulus hukuman mate do na nanaeng dipamasa tu ibana (4:6). Di situasi i do, di ujung ni ngoluna, malungun situtu rohana boi rap pajumpang dohot si Timoteus, “anakkonku na hinaholongan” (1:2). Rap dohot i, tongtong dipasahat ibana angka poda tu si Timoteus asa tongtong balang (setia) dibagasan panghobasionna tu Debata di tonga-tongan ni ruas ni Huria Efesus. Di boto si Paulus ragam ni hamaolon siadopanni Timoteus di tonga-tonga ni huria Efesus. Ndang holan sian angka parpodahaliluon, dohot do parngoluan ni jolma na gok hajahaton manosak huria i. Ditonga-tongani hajahaton i, di sosoi si Paulus asa marsihohot manghaposi Tuhan i. Molo pos rohana di Tuhan i, margogo ma si Timoteus mangadopi hajahaton i. Ala dibagasan habajaron do ibana, ndang adong do pe pengalaman, i do umbaen di papos si Paulus rohana unang gale mangadopi parungkilon i.

Tafsiran Teks

Paulus naeng patoranghon tu si Timoteus ia keberadaan ni angka parpoda haliluon di tingki i merupakan bagian sian situasi di tingki na parpudi. Na ro ma angka ari hasusaan mulai sian angka bencana na masa, kondisi moral ni jolma na lam tahis (merosot), jala panggosaon tu halak Kristen (Mat.24:9-12;Mrk.13:7-13). Kemerosotan moral naung dibereng si Paulus di goari ibana di son, i ma: 3:2 Ai mangkaholongi dirina ma jolma disi, impolan di perak, parhata manggang, parroha haginjangon, angka panginsahi, na so mangoloi natorasna, na so marningot lagu, angka na tois;
3:3 angka na so marroha holong, pangoseose, panihasnihasi, na so umboto mangorom, parmurukmuruk, na so marholong ni roha di na denggan; 3:4 angka parjehe, parroha na neang, sipaburnang diri, holongan di hisap ni daging asa di Debata.
Dasar sian angka dosa na digoari Paulus di ayat 2-4, i ma mangkaholongi dirina. Halak na manghaholongi dirina tongtong holan na menonjolkan kepentingan dirina sandiri, dionjar sikap egois na so olo manarihon halak na asing, na boi gabe sumber haroroan ragam dosa na mangihut. Na paduahon, impolan di perak. Patuduhon sikap hidup na materialistis. Di I Tim 6:10, nunga dipaingot si Pulus ia “urat ni nasa hajahaton do roha na holongan di hepeng; i do disangkapi na deba, umbahen na lilu sian haporseaon i, gabe diaithon do godang na bernit tu dirina”. Alani hepeng dohot hamoraon, gabe olo do halak mangulahon na jahat. Ragam ni angka dosa i na dipajojor Apostel i, dirisihon (disimpulkan) ia jolma on nunga “holongan di hisap ni daging asa di Debata” (3:4). Ndang di haholongi be Debata, ai holan na mangalului hasonangan di dirina , jala di si do ibana mangulahon angka hal na so denggan laho dapotan i saluhutna.
Halak Kristen di tingki i, hape nunga bongot tu pangalaho naung digoari i. Sikap na mangholongi diri dohot na impolan di perak (ayat 2) dohot na holongan di hisap ni daging (ayat 4), marpanghorhon tu cara ni nasida mangalapati haporseaonna tu Jesus Kristus. Tongtong do nasida marpungu, mangulahon hadaulaton (ibadah) tu Debata. Nang pe songoni, jotjot do hadaulaton (peribadahan) tu Debata i holan formalitas, alai hagogoonna i ndang dapot di nasida (ayat 5). Padahal, Paulus nunga mangajarhon tu nasida ia hadaulaton i ndang holan hata, alai marhagogoon do i laho paubahon, paimbaruon jala paluahon ngolu ni jolma. Asa “Pasiding ma angka sisongon i!” ninna Paulus tu si Timoteus. Sadalan do i dohot himbauan ni psalmen “Martua ma halak, na so olo mangihuthon tahi ni angka parjahat, jala na so olo jongjong tu dalan ni angka pardosa, jala na so olo sahundulan dohot angka pangarehei” (Psalm. 1:1). Dibagasan habajaronna, asa unang terpengaruh ibana di pangalaho ni angka parpoda haliluon i. Tiruan na denggan menghasilkan halak na marpangalaho na denggan. Sebalikna, tiruan na so denggan menghasilkan halak na marpangalaho na so denggan. Idaon songon na daulat nasida, ala dipangke hata ni Debata, hape na papuashon hagiot ni dagingna do, na mangeraera angka ina namabalu do. Besar kemungkinan angka ina na mabalu i angka namora. Tujuan ni nasida gabe jelas, i ma keuntungan finansial. Dipangke hatani Tuhan i, ndada na mamaritahon Debata alai na papuashon hagiot ni dagingna do.

Pokok-pokok Sijamitahonon
1) Hamajuon na masa di tingki na parpudi on merupakan pasu-pasu ni Debata tu hita jolma, marhite hapistaran dohot bisuk na nilehonNa. Psalmen sandiri mandok di Psalm. 119:66:”Sai podahon ma tu ahu roha hapantason dohot parbinotoan na denggan, ai huhaporseai do angka tonami”. Debata mangalehon i tu hita asa boi hita mangggohi sandok tano on, jala mangarajai tano on (1 Musa 1:28). Alai, jotjot do salah pangantusionta di hamajuon i. Sahalak na pistar hea mandok songon on:”Ketika pengetahuan manusia semakin maju, maka semakin besar kecenderungan untuk melupakan Tuhan!” Dung lam maju jolma i, timbo parbinotoanna, gabe lupa do tu Debata. Dianggap do dirina sandiri na patupahon, malua sian pangaramotion ni Debata. Gabe lomona sambing diihuthon, lupa mangulahon lomo ni roha ni Debata marhite parbinotoan na i. Hamajuon na masa gabe lam pahapalhon roha diri, ai kepentinganna sambing nama disarihon. Kemajuan teknologi dohot do mendorong pola hidup konsumerisme. Laho mencukupi pola na komsumtif i, hepeng nang pe hinilang (didapat secara tidak halal) ingkon di dapot, manegai lingkungan pe diula, dohot manegai parsaoran ditongatonga ni keluarga, huria dohot masyarakat.
2) Na masa songon na dihatahon Apostel Paulus, nunga godang taida masa di tingki na parpudi on. Di tingki na parpudi on, ragam hasusaon na masa di humaliangta. Margontigonti do bencana alam na ro, mulai sian banjir, gempa bumi, dohot gunung meletus. Dohot muse margontigonti persoalan politik, sosial-budaya, ekonomi, d.u., na jotjot patubuhon parbadaan di tongatonganta. Mamereng situasi on, nunga godang halak mandok:”On ma huroa ujung ni hasiangan on”. Bahkan nunga godang dibahen angka na pistar film taringot tu ujung ni hasiangan on. Isarana: 2012. Toho do i? Boha do hita menanggapi on? Tontu sebagai halak Kristen hita, alusta ingkon marojahan sian hata ni Tuhanta marhite Apostel Paulus:”Alai ndang pola suraton tu hamu, ale angka dongan, taringot tu tingkina dohot sadiharina. Ai diboto hamu do tangkas, na songon panangko borngin do haroro ni ari ni Tuhan i” (I Tes. 5:1-2; Mat. 24:43; Luk.12:39; 2 Pet. 3:10). Jadi, dia do sibahenonta? Tapasiding ma dirinta sian angka na sisaongoni. Taulahon ma hadaulaton nasintong, ndang hadaulaton na formalitas sambing. Bahkan nunga godang ruas ni huria na menganggap ndang ringkot be ro tu bagas joro ni Debata, ai ndang dihaposi be gogo ni Debata marhite hadaulaton i. Ingkon tahaposi, ia dibagasan hadaulaton i do Debata mangalehon gogo naimbaru di hita laho pasidinghon dirinta sian angka na humurang di era globalisasi on. Naeng marposniroha hita songon Apstel i:”Apala on ma pos ni rohangku: Naung umpungka ulaon na denggan di bagasan hamu, patuluson ni I do i, sahat ro di ari ni Kristus Jesus” (Fil. 1:6).
3) Di tingki na parpudi on nunga lam torop angka parjamita na pararathon barita nauli ditongatonganta. Naeng ma hita manat di si, jaga dirinta asa unang terpengaruh di angka parpoda haliluon. Songon na ni dok ni Jesus di Lukas 21:8: “Alai ninna Ibana ma: Jaga ma hamu, so tung lilu hamu! Ai lan do na ro sogot manoluk Goarhu, angka na mandok: Ahu do! Nunga dapot tingkina i! Unang ma ihuthon hamu nasida!” Laho mananda dia do angka parpoda haliluon i, nunga dilehon di hita di I Johanes 4:2-3:”Sian on ma tanda hamu Tondi ni Debata: Ganup tondi ma marhatopothon Jesus Kristus, naung ro di bagasan daging, i ma sian Debata. Ganup tondi na so marhatopothon Jesus i, i ma na so sian Debata. I ma pangalaho ni Antikristus, na naeng ro i, songon naung binegemuna; jala nunga di portibi on ibana nuaeng.
Pasiding ma angka sisongon i!
1. Parhaseanghon ma hamajuon i asa lam gabeak ngolunta
2. Haposi ma Debata marhite hadaulatonmi.
3. Jaga ma dirinta sian angka parpoda haliluon.

Ende.
1. 20:1-3
2. 164:1-2
3. 210:2-3
4. 258:1-2
5. 215:1---
6. 238:3-4
7. 228:1---

Hatorangan Jamita

Hatorangan tu Jamita Minggu, 17 Oktober 2010
Ev. Filipi 3:17-21 Ep. I Raja-raja 2:1-4 S. Patik. Titus 2:7

Patujolo
Ibarat harotas bontar na kosong, na so adong do pe disurati manang gambar dibagasan na, songoni do boi tapatudos keadaan ni sahalak jolma na baru tubu di hasiangan on. Ndang adong diboto agia aha, tarlumobi ndang diboto membedakan na dengan dohot na so denggan. Na boi sibahenonna i ma meniru dohot mencontoh sude na diida jala dibereng sian angka na magodang (orang dewasa). Sude na dibahen angka orang dewasa, denggan manang so denggan, merupakan contoh tu ibana. Dianggap do i sebagai standar perilaku di ibana. Molo dibege omakna jotjot sai mamburai, maka dakdanak i pe gabe marsiajar mamburai. Molo dibereng ibana jotjot bapana mangurupi halak, maka anak akan suka menolong. Molo dibereng ibana abangna jotjot mangalo omak dohot bapana, maka ibana pe mangihut gabe pangalo. I do makana sai dipaingot hita angka halak dewasa asa unang mangulahon na so denggan diadopan ni angka dakdanak. Balga do kemungkinan nasida gabe mangihuthon i. Naeng ma holan na denggan i tapatuduhon di angka dakdanak.
Ndang holan tingki dakdanak, sahat tu na magodang pe ternyata hita jolma memiliki sifat meniru. Sebagai gulmitgulmit (mahluk) na jotjot meniru, sude na tahatahon, taulahon, ro sian na tabereng, dohot tabege. Misalna, adong sahalak karyawan baru na karejo secara disiplin. Alai dung dibereng ibana angka dongan sakarejona dohot atasanna hanya bermalas-malasan, besar kemungkinan ibana pe gabe dohot bermalas-malasan. Molo angka pemimpin korupsi, gabe angka bawahan pe dohot korupsi.
Alani, sebagai mahluk na jotjot meniru, diporluhon sada sitiruon na denggan di hita. Sitiruon i boi dapotta sian angka pangajari (guru/pendididk), uluan (pemimpin), dohot angka natuatua di tongatonga ni masyarakat. Sesuai tu Topik ni minggunta: Keteladanan, hita halak Kristen diarahon asa gabe sitiruon di hata nang pambahenan tu sude halak na humaliangta. Di bagasan Kamus Besar Bahasa Indonesia, hata teladan mempunyai arti sebagai sesuatu yg patut ditiru atau baik untuk dicontoh (perbuatan, kelakuan, sifat, dsb).

Situasi ni Surat
Huria di Filipi i ma huria na parjolo sahali dipajongjong Apostel Paulus di Eropa, di tingki pardalanan marbarita na uli napaduahon di ibana (Ul. Ap. 16:12- du) . Huta Filipi terletak di Makedonia, sada provinsi di kerajaan Roma. Nang pe ingkon ditinggalhon ibana kota i ala ni penganiayaan na dialami ibana (1Tes. 2:2), alai setia do huria i tu ibana, tarida sian pangurupion ni nasida tu Apostel paulus dibagasan pardalananna marbarita nauli.
Sebagai patujolo, Paulus dibagasan surat Filipi pasahathon mauliate ni rohana tu huria i di sude pangurupion naung dijalo ibana. Dungi, dilehon ibana do sada dorongan tu nasida asa jongjong di bagasan hasadaon ni tondi jala rap marungkil, marsada ni roha mangkaporseai barita na uli. Ai nunga parjolo Paulus manaon parungkilon i, naeng i ma tiruon ni nasida di bagasan parungkilon nasida. Paulus naeng manogihon nasida bahwa halak Kristen dibagasan ngoluna ingkon tongtong dibagasan las niroha, hasadaon, dohot hatguhon laho mampartahanton haporseaonna tu Kristus.
Surat ni Apostel Paulus tu Huria Filipi on disurathon di tingki ibana berada di penjara, ra di huta Rom. Marsak situtu rohana ala sian kabar na sahat tu ibana, bahwa godang angka pangajari na masuk tu Huria i jala mangjarhon hal na boi mambaen lilu haporseaon ni nasida. Sitiruon na denggan naung dilehon ibana saleleng rap nasida, ndang boi dipatuduhon angka pangajari na ro i.

Tafsiran Teks
Di situasi ni nasida naung godang angka pangajari na lilu di tonga-tonga nasida, Paulus mangidohon asa tongtong nasida marningot di sude pangajarion naung nilehonna tu nasida, asa unang terpengaruh jala gabe mago sude na denggan naung diajarhonna. Mangadopi ragam ni pangajarion naro, naeng nasida manat mamillit pangajarion na sintong di nasida, na sesuai tu pangajarion ni Paulus.Songon na jotjot masa di huria na dipajongjong Paulus, dung lao ibana maka marroan ma angka pangajari Jahudi di tonga-tonga ni huria. Tujuanna laho mampengaruhi ruas i asa mangulahon adat Jahudi. Ditingki rap do pe Paulus dohot huria di Filipi, nunga sai dipaingot nasida taringot tu situasi i. Bahkan sian bagasan penjara, ndang lupa ibana paingothon i nang pe mardongan tangis ibana, alani arsak ni rohana. Angka pangajari na mamboan goar ni Tuhan i, sasintongna merupakan musuh ni Tuhan i. Di dok ibana do nasida “angka biang, angka pangula na jahat, parsunaton na torbang”, asa bereng nasida di si unang terpengaruh. Na diajarhon angka pangajar i, i ma marhatigoran sian patik jala na holan ”butuhanasida do dipardebata”.
Paulus marhite pangajarion dohot pambahenanna, merupakan sada tiruon di huria i. nadia ma i, angka sitiruon i? Di bagian awal bindu 3 on, sian ayat 1-16, bo i do idaonta i. (1) Huhalupahon na di pudingku, hueaki angka na di jolo. Tangkas do dipaboa ibana taringot tu ngoluna andorang so mananda Kristus. Didok ibana:”Garang do rohangku mangalele huria i, so hasurahan di hatigoran na sian patik. Alai naung paruntungan hian di ahu, harugian do i hujujur ala ni Kristus i” (Filipi 3:6-7). On ma sitiruon ni nasida, bahwa halak Kristen i ma halak na olo manundalhon sude hasalahan jala mardalan di dalan ni Debata. Halak Kristen naeng ma marhatigoran na sian Debata, na marajohan sian haporseaon bahwa Jesus Kristus naung hehe i do gabe ojahan ni haporseaonta. Haluaon na tajalo sian Debata, ndang alani usahanta, ndang alani mangulahon patik ni si Musa dohot sunat, alai holan alani asi ni roha ni Debata tu hita. (2) Na serep marroha songon Jesus, jala ndang na holan manrihon diri sandiri. Uhut tumatangis ibana manolsoli angka pangajari na masuk tu huria i, na mangajari huria i alai na berorientasi tu materi, jabatan. Di dok ibana:”Hamagoan do ujungnasida, butuhanasida do dipardebata, sihailahononna (3:19). Nunga godang ruas i jala angka parhalado na mengutamakan hal-hal materi dohot jabatan, na gabe margulut nasida disi gabe patubuhon angka perselisihan di tonga-tonga nasida (tajaha bindu 4). (3) Hasatiaonna tu Debata ditongatonga ni parungkilon. Di pamasuk tu hurungan (penjara), dpukkuli, di hinsaki, nunga merupakan kesulitan nasomal diadopi Paulus dipardalananna. Sian sada kota tu kota na asing, ancaman si songoni jotjot diadopi ibana. Saluhutna i ndang mambaen sumurut ibana sian ulaonna. Sikap si songoni di dapot ibana sian pangantuison bahwa haluaon di jolma ndang didapot di portibi on sian na mangulahon patik ni jolma. Hasiangan on di dok Paulus sebagai” bagas parlapelapeannami”, inganan na bersifat sementara. Dung sian tano on, nunga diparade di hita “inganan na sian Debata, bagas na so pinauli ni tangan, na mian saleleng- lelengna di banua ginjang i” (2 Korintus 5:1).
On ma angka sitiruon sian Paulus, na marasing sian angka pangajari na lilu i. Padahal sebagai pangajari, naeng ma gabe sitiruon tu sude halak na porsea marhite angka pangajarion, tarlumobi marhita pangalaho. Sian namangulahon patik ni Debata do hita dapotan pangomoan jala di ngolu dung sian portibi on do hita manjalo i. Ngolu dohot pardalanan ni Apostel i di namarbarita nauli tu bangso non-Jahudi, na secara konsisten maniop haporsaeonna jala na rela menderita alani i, i do na dipatuduhon Apostel i tu nasida asa gabe sitiruon di nasida.

Pokok-pokok Sijamitahonon
Keteladanan, sada hal naung maol dapotta di tonga-tonga ni ngolu ni bangsonta on. Angka pemimpin na talehon wewenang laho manguluhon hita, dang boi mangalehon sitiruon na denggan, asa dohot hita maniru i. Na jotjot ta ida saonari on i ma angka pemimpin na saling menyalahkan, marsidalian, na menghasut, dll. Hapistaran, bisuk, daohot pengalaman n i nasida, dipangke holan tu kepentinganna, ndang kepentingan publik. Sehingga, molo godang saonari on parbadaan masa di tonga ni masyarakat ta, ala songoni do hape sitiruon sian angka pemimpin.
Alani, hita halak Kristen, naeng ma boi gabe sitiruon di keluarga nang gereja dohot masyarakat, marhite:
1. Na olo hita manundalhon angka na hurang sian pangalahonta dohot panghataionta. Ingkon lam sadaronta do bahwa di jaman teknologi na maju on, ndang adong be nabuni. Akses informasi na luas, mambaen hata nang pambahenanta ndang holan tarbege di tetangganta, alai boi do nunga sahat tu luar kabupaten on. Molo na so denggan na taulahon/tahatahon, roa ma goarta jala ndang gabe sitiruon. Alai molo sebalikna, lam bagak ma barita taringot tu hita jala anggiat gabe sitiruon na denggan di jolma na asing. Songon di keluarga, hita sebagai ama/ina ingkon boi patuduhon sitiruon na denggan tu angka ianakonna. Dituntut kedewasaan sian hita laho manundalhon angka na salah i.
2. Hasatiaon tu Debata naeng tongtong tajaga nang pe gok parungkilon. Di bulan na salpu adong sada contoh nyata di hita taringot parungkilon na dialami angka donganta sahaporseaon di Bekasi. Nian, sian najolo pe hita halak Kristen nunga mengalami on, i ma penghambatan. Situasi on boi mempengaruhi ngolunta baik secara ekonomi dohot sosial, na gabe boi alang haporseaonta tu Debata. Sahalak na gabe sitiruon i ma halak na manahan ro di ujungna, na boi monang mangadopi angka kesulitan.
3. Jesus Kristus, i ma sitiruon na tutu di hita. Ibana mangolu di portibi on ndang holan tu kepentiongan na sandiri, alai laho memenuhi klepentingan natorop, i ma haluaon na pinarade ni Debata. Jesus mandok: “Ai sitiruon do hulehon tu hamu, asa dibahen hamu songon naung hubahen i tu hamu! (Johanes 13:15). Tutu situtu Jesus mamparrohaon jala mengupayahon kepentingan ni natorop. I ma sitiruon na ditinggalhon Jesus: “Ai tusi do hamu tarjou, ai dohot do Kristus manaon na porsuk humongkop hamu, tumadingkon tiruan di hamu, asa diihuthon hamu bogas ni patna” (1 Petrus 2:21).

Gabe sitiruon ma hamu!
1. Marhite na olo paubahaon pangalaho lam tu dengganna.
2. Marhite na satia tu Debata.

Ende.
1. 305:1-3
2. 18:5-6
3. 164:1-2
4. 102:3-4
5. 128:1---
6. 186:4-5
7. 417:1---

Jumat, 17 September 2010

Kesempatan Kedua!


Johanes 8:1-11
Minggu, 26 September 2010



“Coba Lagi”, itu bunyi tulisan di sebuah kupon berhadiah dari sebuah undian berhadiah di satu produk makanan yang saya beli. Ternyata produk tersebut sedang menyelenggarakan undian berhadiah bagi para pembeli produknya. Dengan membeli produk tersebut, didalam kemasannya para pembeli akan mendapatkan sebuah kupon undian. Dengan menggosok bagian yang dihitamkan, anda akan segera mengetahui apakah anda mendapat hadiah atau tidak. Ternyata saya kurang beruntung saat itu, tetapi kata Coba Lagi” saya pahami sebagai tawaran untuk mencoba kesempatan berikutnya, ketika membeli produk yang sama. Ada kesempatan berikutnya bagi saya, dan bagi para pembeli lainnya untuk mendapatkan hadiah yang ditawarkan setiap kali membeli produk yang sama.
Bicara tentang kesempatan berikutnya, kita juga bisa jumpai di sekolah atau instansi pemerintahan atau swasta. Ketika seseorang mencoba melamar untuk masuk disebuah lembaga pendidikan atau mendapatkan pekerjaan, ada serangkaian test yang harus diikuti. Hasilnya, tentu saja, ada yang lulus dan ada yang tidak lulus. Yang tidak lulus akan dianjurkan untuk mencoba pada kesempatan berikutnya. Ada kesempatan berikutnya bagi para pelamar yang tidak lulus untuk mengulang di kesempatan lainnya.
Selalu ada kesempatan kedua bagi semua orang untuk mendapatkan keinginannya, mendapatkan keberhasilan. Bahwa dalam usaha itu ada kekurangan-kekurangan dalam dirinya sehingga gagal untuk mendapatkan kesempatan itu, namun diberikan kesempatan berikutnya. Ada yang mengatakan “kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda.” Kalau boleh, saya ingin menambahkan ”...jika kita mau menggunakan kesempatan kedua yang diberikan kepada kita.” Jika tidak, kegagalan adalah tetap kegagalan.
Di dalam keluarga sendiri, kesempatan kedua seringkali dimintakan oleh salah satu pihak ketika terbukti melakukan kesalahan. “Tolonglah, berikan aku satu kesempatan lagi untuk merubah diriku.” Ada sebuah pengharapan didalamnya, akan adanya kesempatan yang diberikan.
Tetapi bagi para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kesempatan kedua itu tidak ada dalam kamus mereka. Buktinya, perempuan yang berzinah dalam Injil Yohanes ini, hendak langsung dihakimi oleh mereka. Memang, dalam pandangan hukum Yahudi perzinahan adalah kejahatan yang serius. Menurut para Rabi Yahudi, orang Yahudi lebih baik mati daripada melakukan penyembahan berhala, pembunuhan dan perzinahan. Melakukannya adalah sebuah dosa yang besar dan dapat dikenakan hukuman mati. Cara yang paling lazim adalah dengan melempari dengan batu sampai mati.
Kasus ini dibawa kehadapan Yesus dengan tujuan untuk menjebak Dia. Ini adalah sebuah perangkap yang dipasang oleh para ahli Taurat dan orang Farisi agar Yesus jatuh kedalamnya. Sebab, jika Yesus mengatakan bahw wanita itu wajib dilempari dengan batu sampai mati, maka hal itu akan mengakibatkan 2 hal. (1) Dia akan kehilangan nama baikNya yang telah diperoleh lewat kasih dan belas-kasihNya. (2) Dia akan bertentangan dengan hukum Romawi, karena orang Yahudi tidak berwenang menjatuhkan atau melaksanakan hukuman mati terhadap siapapun. Selanjutnya, jika Yesus menjawab sebaliknya, bahwa wanita itu wajib diampuni, maka orang dapat langsung mengatakan bahwa Dia mengajar orang untuk melanggar hukum Musa dan bahwa Dia memaafkan bahkan mendorong orang untuk berbuat zinah.
Yesus tidak tergesa-gesa menjawab mereka. Dia “membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.” Apa yang Yesus tulis di atas tanah? Kata Yunani yang biasa dipakai untuk kata kerja menulis ialah graphein; akan tetapi kata kerja yang dipakai di sini adalah katagraphein, yang berarti mencatat sesuatu melawan seseorang. Seperti Ayub katakan:”Sebab Engkau menulis hal-hal yang pahit terhadap aku.” (disini juga dipkai kata katagraphein). Mungkin Yesus sedang menghadapi orang-orang kejam (sadis) yang begitu yakin akan kebenaran diri sendiri, dan Ia mencatat dosa-dosa mereka itu.
Orang banyak itu terus menatap kepada Yesus dengan penuh harap menanti jawaban dari Yesus. Bagi para ahli Taurat dan orang Farisi, mereka berharap jawaban itu akan memenangkan mereka atas Yesus, sebab Yesus sudah menjadi sebuah ancaman bahi kedudukan mereka dalam masyarakat Yahudi. Tetapi ketika Yesus akhirnya menjawab meraka, semua terkejut dan tidak bisa berbuat apa-apa. Yesus berkata:”Baiklah! Rajamlah dia! Akan tetapi, biarlah orang yang tanpa dosa itulah yang pertama kali melempar batu.” Mendengar jawaban Yesus itu, orang-orang yang tadinya sudah siap dengan batu masing-masing untuk melempari perempuan itu, menjadi terkejut dan perlahan-lahan menjatuhkan batunya dan pergi dari tempau itu.
Tinggallah Yesus dengan perempuan itu. Yesus bertanya kepada perempuan itu: “Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?” Jawabnya:”Tidak ada, Tuhan,” Yesus berkata:”Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” Adalah mudah untuk menarik kesimpulan yang salah seolah-olah Yesus dengan mudah mengampuni kesalahan perempuan tersebut. Yang Yesus lakukan adalah menunda hukuman. Ia tidak langsung menjatuhkan hukuman pada saat sekarang, tetapi Ia melepaskan perempuan itu untuk memperbaiki dirinya, untuk tidak mengulangi dosa yang sama.
Jawaban dan tindakan Yesus dalam kasus ini menunjukkan kepada kita sikap Yesus terhadap orang berdosa. (1) Jangan menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.” (Mat. 7:1). Orang yang berusaha untuk menghakimi saudaranya adalah seperti seseorang dengan balok di dalam matanya sendiri, yang mencoba untuk mengambil selumbar dari mata orang lain (Mat. 7:3-5). Tidak ada seorang pun diantara kita yang cukup baik untuk menghakimi orang lain. Rasul Paulus juga menagatakan:” Karena itu, hai manusia, siapa pun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama. Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian (Roma 2:1-2). Hanya Tuhan sajalah yang berhak untuk menghakimi. (2) Emosi yang ditunjukkan Yesus ketika berjumpa dengan orang berdosa adalah kasihan. Ketakutan yang paling utama dalam diri seorang yang baru dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan, setelah menjalani masa hukumannya, adalah bagaimana pandangan orang tau masyarakat terhadap dirinya. Bayak yang menjadi takut, menjauhi dan tidak mau bergaul dengannya. Jarang ada orang yang bertindak sebaliknya, yaitu mau menjadi teman, menyembuhkan mereka dari rasa bersalah tersebut. Yesus mengajarkan, ketika kita berhadapan dengan orang yang telah berbuat kesalahan, kita harus menyampaikan rasa belas kasihan untuk menghibur mereka. Bahkan sebisanya kita menolong mereka untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. (3) Yesus selalu memberi kesempatan kedua. Jawaban Yesus kepada permpuan itu dapat kita baca demikian:”Aku tahu bahwa engkau telah berbuat suatu kesalahan. Akan tetapi, hidup ini terus berjalan. Aku akan memberimu kesempatan lagi, kesempatan untuk menyelamatkan dirimu dari kebinasaan.” Yesus adalah Kasih. Ia berbeda dengan para ahli taurat dan orang-orang Farisi yang ingin menghukum. Sebaliknya, Yesus ingin mengampuni. Yesus memandang orang bersalah dengan belas-kasihan yang keluar dari kasih; sebaliknya para penentangnya itu memandang perempuan itu dengan rasa muak yang keluar dari kebenaran diri.
Setiap orang pernah berbuat salah di dalam hidupnya. Berbuat salah seperti sudah menjadi kebiasaan manusia. Itu menunjukkan kelemahan manusia itu. Tidak ada seorang pun dari kita yang kebal dari berbuat salah. Entah itu kesalahan yang berdampak besar maupun kecil, yang jelas kita telah melakukan sebuah pelanggaran dalam hidup kita. Karena itu, tidak seorang pun dari kita yang dapat membenarkan dirinya atas orang lain, seolah-olah hendak mengatakan bahwa “Akulah yang benar”.
Inilah fakta yang kita semua telah ketahui, namun kita juga sering melupakannya. Ketika kita berhadapan dengan orang yang salah, kita berusaha mengambil posisi menjadi hakim atas dia. Memberi hukuman menjadi posisi yang selalu disukai banyak orang, seolah ada kepuasan yang diacapai ketika kita mampu menghukum seseorang atas kesalahannya. Kita menjatuhkan hukuman yang berat, yang bermaksud membuat orang menjadi tidak berdaya.
Memang, setiap kesalahan tentu harus mendapatkan hukuman. Kita tetap harus menghormati hukum yang berlaku. Dengan tidak menghukum sesorang atas kesalahannya, dapat menjadi contoh yang buruk bagi orang lain di dalam sebuah komunitas masyarakat. Namun, hendaknya hukuman yang kita berikan bukanlah hukuman yang ingin membinasakan, seperti yang hendak dilakukan orang Yahudi kepada perempuan tersebut. Hukuman yang diberikan hendaknya hukuman yang membangun kesadaran, yang masih memberikan kesempatan kepada yang berbuat salah untuk menyadari kesalahannya dan akhirnya tidak akan mengulangui kesalahan tersebut di masa depan. Hukuman yang kita berikan, bukan didasari oleh kebencian dari diri kita. Sebaliknya, hendaklah didasari oleh rasa kasih kita kepadanya. Kita memberi kesempatan kepada setiap orang yang berbuat salah untuk dapat memperbaiki kesalahan tersebut.
Dan inilah yang Yesus mau ajarkan kepada kita. Setiap orang memiliki kesempatan untuk memperbaiki setiap kesalahan yang pernah dilakukan. Tidak ada seorang pun yang tidak pernah berbuat kesalahan. Kita semua berhak mendapat kesempatan kedua untuk memperbaiki diri dari semua kesalahan yang pernah kita lakukan.

Kamis, 26 Agustus 2010

AJARLAH MEREKA MELAKUKAN...

SEKOLAH MINGGU KITA
Suatu Pengenalan Terhadap Sekolah Minggu Beserta Naradidiknya
Oleh:
Pdt. Riston Eirene Sihotang, S.Si.(Teologi)


I. SEJARAH SEKOLAH MINGGU

 Zaman Musa sampai zaman pembuangan
Tuhan Allah menghendaki bahwa tempat pendidikan rohani yang utama adalah rumah tangga (Ulangan 6:4-7a). Di samping itu, sejak zaman Musa, setiap hari Sabat orang Israel biasa berkumpul untuk mendengarkan Taurat dan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Jadi, setiap orang Israel mempunyai pengetahuan yang luas mengenai Taurat dan peraturan-peraturan yang Tuhan telah berikan. Mereka sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai isi agamanya.
Tetapi lama-kelamaan, banyak orang tua tidak lagi setia dalam tugas terhdap anak-anak mereka. Itulah salah satu sebab bangsa Israel meninggalkan Tuhan dan akhirnya dibuang ke Syria dan Babel, yaitu oleh karena kelalaian orang tua dalam mengajar anak-anaknya. Selain itu, mereka tidak mengindahkan Tuhan di dalam hidup mereka. Akibatnya generasi penerus menjadi sesat (Hakim-Hakim 2:10-11).

 Sekolah-Sekolah Synagoge
Setelah kembali dari pembuangan di Babel, bangsa Yahudi menyadari bahwa pendidikan rohani di luar rumah tangga juga sangat dibutuhkan. 500 tahun SM kemudian ditentukan bahwa di tiap tempat di mana terdapat sepuluh keluarga Yahudi atau lebih, harus dibuka sebuah Synagoge. Dan tiap anak laki-laki yang berumur lima tahun wajib masuk sekolah di Synagoge itu.
Tempat pendidikan Synagoge ini tiada bandingnya. Cara yang dipakai pun sangat modern. Guru-guru yang bekerja tanpa gaji, dan tidak boleh mengajar lebih daripada 25 murid. Kalau lebih, seorang asisten harus dicari. Anak-anak disuruh aktif melalui bertanya, dan guru mendengarkan dan menjawab pertanyaan mereka.
Ketika Tuhan Yesus masik kanak-kanak, sekolah orang Yahudi berfungsi penuh, sehingga Ia sendiri mempelajari Hukum Taurat, juga dapat bertanya dan menjawab dalam Bait Allah pada umur 12 tahun. Kemudian Ia dipanggil “Guru”.

 Abad Pertama sampai abad pertengahan
Dalam gereja mula-mula, pendidikan rohani sangat diperhatikan. Rasul-rasul selalu ingat bahwa dalam amanat terakhir Tuhan Yesus terdapat unsur mengajar: “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (Matius 28:19-20).
Sekolah-sekolah didirikan di mana petobat-petobat, baik dewasa maupun anak-anak dididik oleh kaum awam, laki-laki dan perempuan. Baron Bunsen menulis: “Gereja Apostolik memakai sekolah sebagai jembatan di antara gereja dan dunia sekitarnya.”
Pertumbuhan dan perkembangan gereja dalam 4 abad yang pertama dapat dilihat sebagai akibat pengajaran rohani yang sangat sistematik. Anggota-anggota gereja mengenal Firman Tuhan dan menjadikannya landasan hidup mereka. Tetapi dalam abad pertengahan (sekitar 500-1500 M) kebiasaan mendidik anak mengenal Firman Tuhan makin lama makin menurun. Akhirnya, hanya ahli-ahli theologia yang mengetahui isi Alkitab, sedangkan masyarakat pada umumnya kurang memahaminya. Kelalaian itu merupakan satu sebab terjadinya “masa gelap” dalam sejarah gereja, di mana Firman Tuhan kurang dikenal secara umum.

Barulah pada saat reformasi, gereja Protestan kembali pada kebenaran Alkitab. Juga kembali pada cara mengajarkan Alkitab dalam sekolah-sekolah Kristen Protestan yang didirikan. Katekismus khusus disediakan sebagai pelajaran (dengan pertanyaan dan jawabannya).
Gereja Katolikpun mengikuti contoh yang terjadi melalui reformasi dan menginsafi pentingnya mendidik anak dalam hal agama. Uskup Carlo Borromeo (1538-1584) di kota Milano mengumpulkan anak jemaatnya pada hari Minggu sore dan menceritakan hal-hal dari Alkitab serta mengajar agama. Kemudian hal ini mempengaruhi uskup lainnya, sehingga di wilayah lain terbentuk kumpulan anak untuk mendengar cerita Alkitab dan belajar agama.

 Sekolah Minggu di Inggris
Berdirinya sekolah Minggu sebenarnya bukan merupakan lanjutan usaha gereja yang baru disebutkan di atas, juga tidak terjadi sebagai akibat kebangunan rohani. Namun, Sekolah Minggu 200 tahun yang lalu dimulai sebagai gerakan kaum awam.
Pendiri Sekolah Minggu adalah Robert Raikes (1736-1811). Ia bukan seorang pendidik, tetapi seorang wartawan yang mengarang untuk sebuah harian yang dimiliki ayahnya di Glouceter, Inggris. Pada suatu hari Robert Raikes diminta unuk mengarang berita tentang anak gelandangan yang liar dan nakal di kota Glouceter. Memang mereka pada waktu itu sering tidak diperbolehkan ke sekolah. Mereka diharuskan bekerja enam hari penuh di pabrik-pabrik, yang didirikan di mana-mana di Inggris pada abad ke-18 itu. Hari Minggu adalah hari libur mereka, di mana mereka melepaskan diri dari segala kecapaian dan kebosanan dengan melakukan bermacam-macam kenakalan, bahkan kejahatan.
Robert Raikes tidak menyetujui usul meminta pertolongan polisi atau menegur orang tua. Robert Raikes mencoba memecahkan masalah dengan mengadakan pendekatan terhdap anak-anak itu. Mereka diminta berkumpul di dapur Mrs. Meredith di Sooty Alley dan di sana mereka belajar sopan santun, menulis dan membaca. Mereka juga diajar cerita Alkitab.
Awalnya, usaha Robert Raikes mengalami banyak kesulitan, yaitu gangguan oleh teman-temannya sehubungan dengan kegiatannnya tersebut. Mengatasi anak yang liar memang tidak mudah. Sering mereka datang dalam keadaan kotor. Karena itu anak diberi syarat, harus datang dengan tangan dan kaki yang dicuci dan rambut yang disisir. Setiap anak yang datang diberi hadiah satu rupiah, dan yang mengganggu diajar dengan tongkat.
Sekolah Minggu itu diajar dari jam 10.00-12.00 dan dari jam 14.00-17.00. Guru yang mengajar digaji. Tidak lama kemudian jumlah anak yang datang berkembang dengan pesat. Ruangan pertama sudah terlalu sempit, ruangan demi ruangan disewa, juga guru-guru ditambahkan.
Mula-mula gereja tidak mengakui kehadiran Sekolah Minggu. Tetapi melalui karangan yang ditulis oleh Robert Raikes, pelayanan itu diperkenalkan kepada pembaca-pembaca dan mereka tertarik akan usaha ini. Akhrnya Robert Raikes berkenalan dengan John Wesley, pendiri gereja Methodis dan pembaharu gereja Protestan dalam abad ke-18. John Wesley menerima contoh Robert Raikes dan mendirikan Sekolah Minggu dalam gereja Methodis. Ia mengambil guru Sekolah Minggu dan orang yang sudah bertobat, yang tidak menuntut gaji.
Pada tahun 1811 Robert Raikes meninggal dunia.

 Sekolah Minggu di Amerika
Pada tahun 1785, Sekolah Minggu pertama didirikan di Virgia. William Elliot, pemilik kebun yang luas, mengundang anak-anak pegawainya ke rumahnya sendiri dan mengajar mereka. Lalu Sekolah Minggu ini menjadi bagian dari kegiatan gereja Methodis, Elliot diangkat menjadi pemimpinnya.
Sekolah Minggu kedua didirikan oleh Francis Asbury pada tahun 1786, khususnya mengumpulkan anak budak belian. Dan gereja mengusulkan bahwa anak dididik dua kali setiap hari Minggu, yaitu pada pagi hari pkl.06.00-10.00 dan pkl.14.00-18.00.
Tidak lama kemudian, tahun 1791, bapak-bapak di Philadelphia mendirikan Badan Gerakan Sekolah Minggu dengan Bishop D. White dari gereja Episkop sebagai ketua. Tak ketinggalan juga, ibu-ibu di Pittsburgh, Pennsylvania, mendirikan Organisasi Sekolah Minggu. Gerakan ibu-ibu itu, akhirnya menggugah hati bapak-bapak yang hasilnaya berdirilah “New York Sunday School Movement”.
Setelah pendekatan-pendekatan di anatara gerakan-gerakan tersebut dilakukan, maka tahun 1820 berdiri “Persatuan Sekolah Minggu Amerika Serikat”.

 Sekolah Minggu di Belanda
Pekerjaan Sekolah Minggu di Belanda dimulai pada tahun 1836 oleh Dr. Abraham Capadose sebagai akibat kebangunan rohani yang dialaminya di Swiss. Lalu mengajar Sekolah Minggu sesudah kebaktian pada hari Minggu di gerejanya. Murid pertama Dr. Capadose terdiri dari dua orang saja. Lima tahun kemudian, didirikanlah satu Sekolah Minggu di kota Rotterdam.
Pada tahun 1857, pemerintah Belanda memperhatikan pelajaran agama di sekolah-sekolah, sehingga hal ini menjadi dorongan berdirinya Sekolah Minggu lebih banyak lagi.
Persatuan pertama Sekolah Minggu di Belanda terjadi pada tanggal 31 Maret 1965. Dan hasilnya maka tanggal 23 Oktober 1865 “Nederlande Zondagschool Vereniging” didirikan. Tujuan dari persatuan ini digariskan sedemikian:”Sekolah Minggu dan gereja tiada dapat dipisahkan satu dari yang lainnya.”

 Sekolah Minggu di Indonesia
Informasi mengenai Sekolah Minggu di Indonesia tidak banyak. Boleh jadi, atas inisiatif pribadi, sehingga di sana-sini anak terkumpul dan diajar. Dari beberapa surat ternyata bahwa di Batavia, sebelum Indonesia merdeka, anak sudah berkumpul di rumah tangga. Biasanya anak ikut kebaktian di gereja dengan orang tuanya. Di samping itu juga ada kesempatan untuk anak berkumpul tersendiri. Kita boleh menduga bahwa di tempat-tempat lain di Indonesia dalam abad ke-17 dan ke-18 terjadi demikian juga.
Pada abad ke-19 pekerjaan Sekolah Minggu berkembang di Eropa dan Amerika. Pengaruhnya juga terasa di Indonesia, terutama di daerah-daerah tempat zending-zending bekerja.
Gereja Protestan, mengikuti apa saja yang diadakan di gereja Hervormd di Nederland, meskipun kegiatan Sekolah Minggu tergantung kepada pendeta dan isteri pendeta. Perubahan datang pada permulaan abad ke-20 yang berhubungan dengan kemajuan dalam negeri, dari mana zending-zending berasal. Zending-zending mendirikan sekolah anak dan kebaktian anak.

II. Mengapa Mengajar?

Adalah Yakobus yang mengatakan dalam tulisannya pasal 3 ayat 1: “….janganlah banyak orang diantara kamu mau menjadi guru; sebab kamu tahu bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. “Apa yang dikatakan Yakobus itu memang benar sekali. Betapa tidak? Tanggung jawab seorang guru membimbing para siswa adalah suatu tugas yang amat berat. Menurut Yakobus sendiri dalam tulisan selanjutnya sangat jelas bahwa ternyata apa yang akhirnya menjadi tujuan mengajar bagi seorang guru adalah menolong seorang mencari dan menemukan kebenaran. Berat bukan?
Sekalipun pentingnya pendidikan anak telah disadari sejak berabad-abad yang lampau dan Sekolah Minggu telah ada sejak lebih dari dua ratus tahun yang lalu, bahkan sebagian besar gereja-gereja kita juga telah memiliki kegiatan pendidikan anak, namun ternyata masih ada keluhan dari sementara orang mengenai keseriusan penanganan pendidikan anak. Masalah yang paling dikeluhkan adalah berhubungan dengan masalah SDM (sumber daya manusia), yakni guru anak/sekolah minggu. Ada yang mengutarakan sulitnya mencari guru, sebab sebagian besar guru mengundurkan diri dari pelayanan setelah menikah; atau guru pindah kota untuk mlanjutkan pendidikannya. Kalaupun bukan soal kuantitas, ada juga keluhan soal kualitas guru yang selalu yunior karena terus berganti dengan orang baru. Ada juga soal dukungan dana dari gereja sendiri yang tidak maksimal. Anggaran gereja diberikan kepada sekolah minggu hanya untuk melaksanakan perayaan Natal.
Bila keluhan-keluhan ini dibiarkan, dapat menimbulkan keadaan asal ma adong, asal ma mardalan. Sikap ini bisa menjadi semacam penyakit yang menggerogoti keberadaan pendidikan anak. Karena itu, pelayanan terhadap anak di gereja semestinya dilakukan secara serius, bersungguh-sungguh, bertanggung jawab, berusaha semaksimal mungkin dan rela berkorban. Tanpa sikap yang demikian dari gereja maupun guru sekolah minggu, pendidikan anak di gereja akan berjalan seadanya, sekedar ada sebagai kegiatan warisan.
Hal-hal apakah yang perlu diketahui oleh seorang guru? Selain motivasi menjadi guru, seorang guru sekolah minggu perlu mengetahui psikologi/kejiwaan anak, tujuan pendidikan anak, dan unsur-unsur kurikulum (bahan/materi, proses belajar-mengajar, metode dan alat bantu).

Motivasi menjadi guru.
Ada dua motivasi utama yang perlu dimiliki seorang guru sekolah minggu, yakni jiwa pengabdian/pelayanan dan kesadaran akan pentingnya pendidikan anak.
Jiwa pengabdian/pelayanan perlu dimiliki oleh semua orang beriman dalam rangka ikut ambil bagian dalam pelayanan kepada Tuhan. Didalamnya ada dedikasi yang mengandung unsur pengabdian, persembahan, pembaktian diri kepada Tuhansendiri.
Kesadaran akan pentingnya pendidikan anak akan menghasilkan sikap mau meningkatkan kemampuannya dalam rangka pendidikan anak.

III. Mengenal Dunia Anak

Anak dipengaruhi oleh:
1. orang tua (lingkaran dalam)
2. teman sebaya
3. sanak saudara
4. tetangga (lingkaran luar)
5. tokoh agama, GSM
6. guru

Karena itu ...
pengajar
pembimbing
pendidik PENTING!!!!
pengarah (Ul. 6:7; Ams. 22:6; Mzm. 71:17)
pelayan

Kebutuhan Dasar Anak:
1. cinta kasih 6. bebas dari rasa takut
2. rasa diterima dan dimiliki 7. terpenuhi kebutuhan fisiknya
3. displin 8. tumbuh dan berkembang secara wajar
4. penghargaan pribadi 9. keamanan rohani
5. merasa berhasil

Perkembangan anak pada dasarnya meliputi 4 macam aspek, yakni:

♣ Aspek Fisik dan Motorik
Indikator:
 Ukuran, struktur, dan fungsi organ tubuh.
Tampak dari luar, misalnya: wajah, badan, anggota tubuh seperti tangan dan kaki; tidak tampak dari luar, misalnya: otak, jantung, hati, dan sebagainya.
 Perkembangan aspek fisik. Bertambah besarnya ukuran tubuh;bertambah kuat
meningkatnya keterampilan gerak tubuh, baik motorik halus maupun kasar.

♣ Aspek Kognitif
 Meliputi daya ingat, rentang perhatian dan konsentrasi, proses belajar, bahasa, cara dan kemampuan berpikir logis, analitis, menalar, dan kreativitas.
 Dipengaruhi oleh pertumbuhan ukuran dan struktur otak, stimulasi dari lingkungan, baik berupa nutrisi maupun pembelajaran.

♣ Aspek Psikososial (Afektif)
 Meliputi keadaan emosi, hubungan dengan orang lain, dan kepribadian. Kemampuan ini diperlukan untuk dapat menyesuaikan diri dan berhubungan dengan orang lain dalam setiap situasi atau lingkungan secara harmonis.
♣ Aspek Iman Kristiani (Spiritual)
 Meliputi kemampuan untuk melihat dirinya sendiri dalam hubungannya dengan Tuhan.
 Dipengaruhi oleh usahanya untuk mewujudkan kesetiannya kepada Tuhan.

INGAT!!!!
Setiap anak ...
adalah karunia Tuhan
berbeda karaktersitik
berbeda kebutuhan dan tuntutan
berbeda cara dan pola perkembangan
berbeda latar belakang


ANAK BATITA (0-3 TAHUN)

 Fisik/Motorik
 Perkembangan anak banyak dipengaruhi oleh faktor genetik, nutrisi, dan stimulasi lingkungan.
 Perkembangan motorik anak sangat cepat (terutama otot besar).
 Gerakan otot besar belum terkontrol.
 Kognitif
 Rentang perhatian anak sangat singkat (maks. 3 menit).
 Perkembangan bahasa (kemampuan berbicara) sangat cepat.
 Belum bisa berpikir abstrak.
 Psikososial/Afektif
 Sangat egosentris.
 Sangat mudah takut/kehilangan.
 Perkembangan emosi semakin kaya  pada tahap ini anak mulai belajar bermacam-macam ekspresi, seperti gembira, marah, sedih, dll.
 Spiritual
 Anak mengenal Allah melalui perilaku orang dewasa, terutama relasi mereka dengan orang tua.

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Ruangan yang luas: memungkinkan anak untuk bergerak bebas dan aman.
• Kegiatan motorik kasar, seperti melompat, berlari, dll. (Tips; perbanyak permainan dan nyayian dengan gerak).
• Suasana belajar yang aman dan menyenangkan.
• Bahan ajar yang eye-catching.
• Cerita Alkitab berkisar tentang manusia atau hal yang nyata.
• Bahasa yang digunakan sederhana, mudah dimengerti (bahasa dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya).
• Perilaku non-verbal GSM sangat penting (mis. ekspresi GSM ketika mengajar)

Anak Balita (3-5/6 tahun)
 Fisik/Motorik
 Perkembangan motorik halus (otot kecil) mulai berkembang, walaupun motorik besar masih sangat mendominasi.
 Otot besar mulai dapat dikontrol.
 Energinya sangat besar, karena itu harus disalurkan.
 Mudah lelah.
 Mudah tertular penyakit.
 Kognitif
 Rentang perhatian masih sebentar (5-7 menit).
 Usia bertanya!!!  rasa ingin tahu yang sangat besar.
 Anak mulai belajar berdasarkan pengalaman.
 Suka “membeo”.
 Belum bisa berpikir abstrak.
 Psikososial/Afektif
 Ruang gerak dan lingkungannya semakin luas  mulai mengenal tetangga dan sekolah.
 Memiliki rasa takut yang besar (terutama jika ditinggalkan).
 Emosinya sering tidak terkontrol (amarahnya cepat meledak).
 Sering mengatakan “tidak”.
 Masih egosentris tetapi mulai bisa berteman.
 Senang dengan pujian.
 Suka berimajinasi.
 Mudah iri hati (dengan adik).
 Mudah kasihan terhadap orang lain.
 Tidak suka disebut “anak kecil” (senang bila dibilang sudah besar).
 Spiritual
 Gereja merupakan tempat yang aman, juga tempat bertemu dengan orang yang saling mengasihi.
 Mulai percaya kepada orang lain.
 Mulai bisa melihat yang baik dan buruk

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Ruangan yang luas dan aman.
• Membina relasi dengan anak seusia: saatnya anak dengan kesempatan dan kegiatan yang adadapat mengembangkan kemampuannya bermain dengan anak lain (tips: variasikan kegiatan individual dan kelompok).
• Bahasa yang digunakan sedehana, mudah dimengerti (bahasa dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya).
• Doa, nyanyian dan cerita sederhana dan tidak terlalu panjang

Ingat: anak hanya mengerti hal-hal yang ada di sekitarnya. Karena itu, semua kata, kalimat, dan jenis obyek haruslah berupa sesuatu yang ada di sekeliling hidup mereka sehari-hari (mis. anjing, kucing, bukan anoa atau simau; padang rumput, bukan padang pasir; pohon pepaya, bukan pohon ara, dsb.)

• Bahan ajar: alat peraga (anak akan tertolong dan belajar lebih baik jika ada alat bantu yang dipakai oleh guru; alat peraga harus eye-catching).
• Cerita harus berdasarkan pengalaman sehari-hari, misalnya mengasihi teman, siapa keluargaku, dll.
• Kegiatan: masih banyak menggunakan otot besar/motorik kasar (perlu diperhitungkan jenis kegiatan yang dipilih,alat yang dipakai oleh anak-anak, waktu yang tersedia dan kemampuan yang ada); tetapi perlu dikombinasikan dengan motorik halus (seperti menggunting, gunting-tempel kolase, treasure hunt, dsb.).
• Suasana kelas: menyenangkan dan aktif (tidak menuntut untuk duduk diam).

ANAK KECIL (6-8 TAHUN)
 Fisik/Motorik
 Perkembangan motorik halus (otot kecil) semakin berkembang, motorik besar tidak lagi mendominasi.
 Daya tahan tubuh sudah semakin baik.
 Tidak mudah lelah.
 Mulai mengurus dirinya sendiri (mandi sendiri, sikat gigi sendiri, makan sendiri, membereskan mainan sendiri).
 Mudah menjadi semangat dan menjadi tegang (terutama dalam permainan)
 Kognitif
 Rentang perhatian semakin panjang (7-10 menit).
 Belum bisa berpikir abstrak.
 Psikososial/Afektif
 Senang beraktivitas dengan teman sebaya/orang lain (dengan jenis kelamin sama)  disebut juga usia berkelompok.
 Sudah bisa mengikuti aturan permainan.
 Tidak sabaran.
 Suka meniru orang dewasa.
 Senang dengan pujian dan penghargaan (dalam bentuk permen atau coklat).
 Belum memikirkan persaingan dalam sebuah permainan.
 Cenderung menolak perintah orang tua.
 Spiritual
 Senang dengan tokoh baik, terutama sosok pahlawan fisik (di gereja atau Alkitab).
 Gemar mengulangi cerita Alkitab yang disukai.
 Relasi dengan Tuhan diperoleh dari kisah-kisah Yesus.
 Semangat ke sekolah minggu.
 Semakin sadar bahwa ada Tuhan Yesus,malaikat, sorga, dsb.
 Doa dan membaca Alkitab menjadi bagian yang penting.
 Berusaha menjadi anak yang baik.

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Kemampuan setiap anak berbeda. Jadi, jangan pernah membanding-bandingkan anak. Pahami anak dengan bakat dan minat masing-masing.
• Mengembangkan rasa persahabatan dan hubungan yang indah dengan pendeta, GSM, dan teman di SM (Ingat! Relasi dekat mereka tidak saja dengan anggota keluarga tetapi juga di luar keluarga, seperti sekolah, gereja, tempat les, dan masyarakat dalam batasan tertentu).
• Mengembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi diri (gereja mana, dari suku apa, ia mengenal profesi lain di gereja seperti pendeta, GSM, majelis, dsb.).
• Anak membutuhkan giatan yang banyak. kalau tidak mereka bisa menjadi “pengganggu”.
• Libatkan mereka dalam kegiatan di SM, seperti mengatur kursi, berdoa, memilih kegiatan.
• Kegiatan: ayat hafalan, menulis, kegiaatan kelompok (mulai suka berkompetisi  tanamkan bahwa kalah menang tidak masalah) ekspresi diri dengan pusis, gambar, atau cerita.
• Berikan kegiatan berkelompok (Ingat! Ini adalah usia berkelompok)  mereka mulai suka bekerja sama atau bekerja di dalam kelompok.
• Berikan variasi kegiatan otot besar (kelanjutan dari usia sebelumnya) dan otot kecil (lebih banyak).

Anak Besar (9-12 tahun)
 Fisik/Motorik
 Sangat aktif (mereka sudah sempurna dalam perkembangan otot besar dan kecil).
 Kesehatan dalam kondisi yang prima.
 Sudah bisa mandiri dan berusaha menolong diri sendiri, walaupun sesekali masih membutuhkan bantuan orang lain.
 Suka dengan kegiatan di luar rumah (out-door).
 Kognitif
 Mulai berminat pada hal-hal yang spesifik (hobby).
 Senang mengemukakan pendapat.
 Mulai bisa berpikir abstrak dan menanyakan hal-hal yang abstrak.
 Rentang perhatian semakin panjang (10-15 menit).
 Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap perubahan diri.
 Proses mencari panutan/tokoh idola (kriteria tidak lagi hanya sekadar fisik).
 Psikososial/Afektif
 Peran jenis kelamin semakin besar.
 Mulai tertarik dengan lawan jenis  ditunjukkan dengan sikap yang “malu-malu kucing”.
 Persahabatan dalam kelompok.
 Mulai menyukai kompetisi.
 Suka humor.
 Sudah dapat mengatasi emosi dengan cepat.
 Sering bertengkar mulut dan mudah marah.
 Mulai memuja tokoh yang dikaguminya.
 Spiritual
 Menemukan tokoh Alkitab yang menarik dan merelasikannya dengan dirinya.
 Senang dengan penjelasan yang masuk akal dan nyata tentang Alkitab.
 Mengerti bahwa Tuhan itu dekat dan sudah bisa menyembah-Nya.
 Mulai banyak menanyakan konsep-konsep abstrak, seperti apa itu dosa (walaupun sebenarnya mereka tidak peduli dengan jawabannya).

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Guru lebih banyak mendengar: Pada usia sebelumnya mereka sudah terlalu banyak mengikuti instruksi dari orang dewasa. Sekarang mereka perlu diberi kesempatan untuk mengemukakan pikiran dan mengembangkan kreatifitas.
• Melihat contoh positif di gereja (terutama tokoh-tokoh panutan).
• Menciptakan suasana kekeluargaan di kelas.
• Belajar menghargai ciptaan Tuhan, terutama dirinya sendiri. Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan mereka memiliki harga diri dan rasa percaya diri.
• Merencanakan kegiatan bersama: anak perlu diberi kesempatan untuk merencanakan kegiatan bersama (besar atau kecil) dengan pendampingan guru. Anak juga perlu dilibatkan lebih banyak dalam kegiatan gereja seperti memimpin pujian, berdoa, dsb.
• Pendekatan pribadi: guru perlu mendekati anak secara pribadi, dalam motivasi tertentu.
• Berikan kegiatan berkelompok dengan dasar kesamaan minat.
• Menghafal ayat Alkitab.
• Aktivitas: diskusi, bermain tebak tokoh, berandai-andai.

Anak Pra-Remaja (12-15 tahun)
 Fisik/Motorik
 Terjadi perubahan fisik dan hormonal yang pesat sehingga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan remaja.
 Mulai memperhatikan penampilan.
 Berbagai perubahan fisik sering membuat mereka menjadi canggung.
 Kognitif
 Rentang perhatian sudah lebih lama (15-20 menit).
 Mampu memikirkan berbagai kemungkinan pemecahan masalah.Testing limit.
 Sudah bisa berpikir abstrak.
 Psikososial/Afektif
 Masa pra-remaja dianggap sebagai masa-masa yang sulit.
 Terjadi perubahan dalam hubungan dengan orang tua dan teman (teman kebih berpengaruh).
 Lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman-temannya.
 Masih belum bisa mengontrol waktu kegiatannya.
 Merasa tidak ada orang yang bisa mengerti mereka.
 Emosi cepat berubah (cepat menangis, tetapi cepat juga tertawa).
 Suka menyendiri.
 Suka memaksakan pendapat.
 Ingin lepas dari orang tua.
 Mulai bisa mengekspresikan cinta (cinta monyet).
 Tidak mau lagi dianggap anak kecil atau bergaul dengan anak yang lebih kecil dari mereka.
 Spiritual
 Mengembangkan pemahaman bergereja dengan menerima tanggung jawab dan melayani.
 Merealisasikan cerita Alkitab juga dengan kehidupan orang lain (usia sebelumnya hanya dengan diri sendiri).
 Ingin mendapat pemahaman yang jelas dan konkret mengenai pokok-pokok iman.
 Terkadang memiliki sikap anggap remeh terhadap sesuatu.
 Ingin tahu isi Alkitab lebih banyak.
 Sering bimbang.

Kebutuhan anak di Sekolah Minggu:
• Membutuhkan aktivitas yang aktif (mis. olah raga) untuk mengimbangi perkembangan fisiknya.
• Anak butuh didengar dan diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapat dan mengembangkan kreatifitas.
• Memiliki panutan/tokoh idola.
• Diikutsertakan dalam pelayanan: menjadi MC, pemimpin pujian, bermain musik, dll.
• Kegiatan yang tidak “kekanak-kanakan”.
• Konseling pribadi (anonim – menjaga kerahasiaan)
• Mendapatkan jawaban yang benar tentang Alkitab.
• Mendapatkan kesempatan untuk mencari, membaca, dan menemukan jawaban mengenai firman Tuhan.
• Mendapatkan pemahaman yang benar tentang LSD (love, sex, and dating).
• GSM harus berfungsi sebagai teman yang mengerti dan memahami mereka, serta dapat menemani mereka melewati masa transisi.
• Memerlukan dorongan, pujian, dan kesempatan untuk berprestasi.


IV. Tujuan Pendidikan Anak: Kerajaan Allah

Tujuan pokok pendidikan kristen, termasuk didalamnya pendidikan anak, adalah memperlengkapi warga jemaat agar dapat mewujudkan tanda-tanda kerajaan Allah dalam Yesus Kristus, sambil menantikan penggenapannya. Tujuan pendidikan Kristen perlu dijabarkan dalam konteks masa kini yang konkret dan tertentu, agar Kerajaan Allah tidak sekedar sebagai slogan melainkan hidup secara nyata dan jelas.
Konteks masa kini adalah dunia yang bergumul dengan masalah kemajemukan, kepekaan sosial, ligkungan hidup, globalisasi. Pendidikan bagi anak di gereja perlu memperhatikan ke 4 hal tersebut.
Menerima dan menghargai kemajemukan. Dalam Alkitab ditunjukkan sikap yang benar terhadap orang yang beragama lain, yakni sikap yang mau menerima kemajemukan, sebab Tuhan mengasihi semua orang.
Kepekaan sosial. Alkitab mengajarkan tentang kasih kepada semua orang, secara khusus ditujukan kepada mereka yang lemah, miskin, menderita. Tiap anak Tuhan semestinya memiliki kepekaan sosial dalam rangka hidup bersama orang banyak di dunia ini.
Lingkungan Hidup. Anak perlu mengenal dunia sekitar dan mencintai serta memeliharanya; sebab Tuhan menciptakan manusia di dalam alam semesta, dan manusia bertugas untuk memeliharanya.
Globalisasi. Arus informasi yang tidak bisa dibendung, perlu disiasati dengan filter dan sensor dari diri sendiri ysng telah diwarnai iman kristen. Teknologi komunikasi yang menyebabkan timbulnya komunikasi semudapat mengancam persekutuan, karena itu gereja tetap mempertahankan persekutuan yang sesungguhnya, leawt perjumpaan yang nyata. Teknologi juga bisa membuat orang menjadi individualis, bahkan egois; inilah tantangan bagi iman Kristen.


V. Metode Mengajar

Bercerita, baik menggunakan alat peraga maupun tidak, hanya merupakan salah satu cara penyampaian firman Tuhan di Sekolah Minggu. Masih banyak cara lain untuk mengajarkan firman Tuhan tersebut. Ada berbagai Metode Mengajar yang dapat kita gunakan untuk menunjang pengajaran kita.

Pengertian:
Metode mengajar adalah sebuah cara atau model-model yang digunakan dalam kegiatan belajar-mengajar. Metode mengajar dipakai dengan tujuan agar anak dapat melalui tahap-tahap pembelajaran (penyampaian, penyerapan, dan penerapan materi) secara efektif.

Faktor yang dipertimbangkan dalam memilih metode:
Ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan oleh GSM sebelum menentukan metode mengajar yang tepat. Metode mengajar yang digunakan haruslah:
 Sesuai dengan kemampuan GSM yang mengajar. Artinya, seorang GSM harus mengenali kemampuannya sendiri dalam mengajar dan meresponinya.
 Sesuai dengan kemampuan anak. Baik secara verbal, maupun kemampuan psikomotorik. Artinya, GSM tidak boleh memaksakan atau mengharapkan anak untuk melakukan sesuatu yang tidak mampu mereka lakukan. GSM harus tahu betul kemampuan anak.
 Sesuai dengan tujuan pelajaran. Tujuan pelajaran tidak hanya menolong anak untuk mengerti pokok bahasan, tetapi juga untuk mengekspresikan pengalamannya serta kemampuannya melalui berbagai kegiatan/aktifitas.
 Sesuai dengan pokok bahasan yang disampaikan. Setiap pokok bahasan dapat disampaikan dengan metode yang berbeda-beda. Ada sejumlah pokok bahasan yang memerlukan diskusi kelompok, sementara yang lain memerlukan metode ceramah atau bercerita, atau perpaduan antara metode rekreasi dan aktivitas.
 Sesuai dengan waktu dan kondisi tempat yang tersedia. Metode yang digunakan hendaknya mempertimbangkan kondisi tempat dan waktu kegiatan yang dilaksanakan.
 Sesuai dengan jumlah anak dalam kelas. Sesuaikan metode dengan jumlah anak dalam kelas. Misalnya, akan sangat sulit jika memakai metode permainan “lingkaran” jika jumlah anak di kelas sebanyak 75 orang.
 Sesuai dengan minat dan pengalaman anak. Metode yang digunakan harus bervariasi agar terjadi keseimbangan antara informasi yang diterima untuk memahami pokok bahasan dan kesempatan untuk mengembangkan pemahaman tersebut.
 Sesuai dengan kedekatan relasi anak dengan pokok bahasan. Langkah awal dalam memulai pokok bahasan yang baru adalah dengan memakai metode yang telah dikenal baik oleh anak (biasanya dalam satu pokok bahasan dibutuhkan beberapa metode untuk menyampaikan pokok bahasan.
 Sesuai dengan kedekatan relasi GSM dengan anak. Karena GSM terlibat dalam proses belajar-mengajar, maka metode yang dipilih hendaknya mempererat relasi saling percaya di antara keduanya.
 Sesuai dengan sarana dan prasarana yang tersedia. Sarana dan prasarana juga perlu diperhatikan dalam menerapkan metode mengajar. Misalnya saja, metode menonton film hanya dimungkinkan bila ada sarana seperti VCD player, TV atau layar, dsb. Papan tulis, gambar untuk cerita, boneka, tape, bahkan ruang kelas merupakan sarana yang dapat mendukung pemberlakuan metode mengajar.

Beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengajar:
 Metode Bercerita. Metode ini adalah metode yang paling sering digunakan ketika GSM hendak menjelaskan cerita Alkitab kepada anak. Metode “bercerita” ini hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan keberadaan anak,meliputi golongan usia, tingkat pemahaman, dan jumlah anak di kelas. Untuk usia yang lebih dewasadan bentuk yang lebih formal, biasanya metode ceramah atau presentasi juga digunakan.
 Diskusi. Metode ini hanya cocok digunakan untuk golongan usia anak besar ke atas atau anak yang telah memiliki kemampuan verbal yang baik. Paling cocok digunakan untuk kelas remaja/pra-remaja. Sebaiknya diskusi dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil dengan panduan GSM. Adakanlah pleno untuk merangkum hasil diskusi di kelas. Termasuk di dalam metode ini: brain-storming, diskusi panel, debat, buzz-group, dan sebagainya.
 Pojok Belajar. Dalam metode ini anak dajak untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang mendukung tema pada saat itu. Dalam metode ini, mintalah anak untuk membentuk kelompok-kelompok kecil. Mereka akan diminta untuk belajar melalui aktivitas-aktivitas yang diberikan dalam setiap pojok. Aktivitas belajar ini dapat juga digunakan untuk menjelaskan cerita Alkitab yang akan disampaikan.
 Bermain Peran (Role-play). Yang dimaksud dengan metode ini adalag suatu metode bermain dengan cara berperan. Naskah harus dibuat sesuai tema yang diangkat pada saat pelajaran berlangsung atau dalam menjelaskan cerita Alkitab. Bermain peran dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh anak yang hadir pada saat itu. Bentuk dari bermain peran ini dapat dilakukan dnegan berkelompok, yang akhirnya dibuat kesimpulan/evaluasi sebagai pesan yang hendak disampaikan.
 Metode Permainan (Rekreasi). Metode ini tidak hanya sekadar bermain, tetapi di balik itu adamakna yang ingin disampaikan. Dengan kata lain, permainan hanyalah faktor pendukung dari bahan yang hendak diajarkan/disampaikan. Permainan yang dilakukan harus disesuaikan dengan golongna usia anak. Termasuk di dalam metode ini kuis dan permainan simulasi.
 Metode Musik dan Lagu. Metode ini membutuhkan media musik dan lagu. Untuk mendukung cerita Alkitab, media musik dan lagu ini dapat digunakan sebagai bahan pendukungnya.
 Metode Gambar. Pada umumnya metode ini sering kali menjadi metode yang dipilih GSM. Metode ini tidak hanya melibatkan indra pendengaran saja, tetapi juga indra pengelihatan. Karena itu, metode ini cukup menarik perhatian anak. Contoh gambar yang digunakan bisa berupa gambar flanel, gambar pemandangan, dsb.
 Metode Pemutaran Film/In-focus (audio-visual). Dalam menggunakan metode ini, hal yang paling penting adalah sarana/prasarana yang ada. Untuk pemutaran film, misalnya, sarana yang diperlukan adalah televisi/layar datar, DVD/VCD player, dan perangkat lain.
 Observasi langsung. Anak akan sangat tertarik mengadakan obsevasi langsung. Misalnya untuk membahas topik saling mengasihi, anak akan senang jika diajak membantu teman-teman mereka yang ada di panti asuhan.

Contoh Metode yang Dapat Digunakan Sesuai dengan Golongan Usia:

 Kelas 1-2 SD
Metode yang dapat digunakan, misalnya:
Bercerita. Bercerita sangat baik digunakan dalam penyampaian materi pelajaran. Tentunya cerita harus disampaikan dalam bahasa sehari-hari yang sangat sederhana dan mudah dimengerti. Akan sangat baik bila bercerita didukung oleh alat peraga, misalnya gambar, suara, dsb.
Bermain. Dunia anak adalah dunia bermain. Oleh karena itu penyampaian pelajaran menjadi efektif dengan metode permainan. Dengan bermain, anak tidak hanya memahami tetapi merasakan dan mengalami secara langsung materi pelajaran. Melalui permainan, kebutuhan psikomorik –yang menjadi kebutuhan utama anak usia ini— terpenuhi. Permainan yang dimaksud mencakup kegiatan mewarnai, mencocokkan jawaban, dsb.
Tanya-jawab sederhana. GSM juga dapat menggali pelajaran dengan melakukan tanya-jawab sederhana, terutama dengan tujuan yang aplikatif. Dengan tanya jawab sederhana, anak dibiasakan untuk menyadari bahwa pelajaran tidak hanya ada di kelas, tetapi berangkat dari pengalaman mereka sehari-hari dan diterapkan juga dalam pengalaman sehari-hari. Penggunaan bahasa sama dengan cerita.

 Kelas 3-4 SD
Metode yang dapat digunakan, misalnya:
Penjelasan oleh GSM. Di kelas ini penjelasan dengan metode bercerita masih dapat digunakan. Dalam cerita maupun penjelasan, penambahan kata-kata baru dapat digunakan, hanya saja harus dijelaskan.
Bermain. Metode bermain masih dapat digunakan tetapi tingkat kesulitan harus ditingkatkan, misalnya menyusun puzzle, bermain kelompok, dsb.
Tanya-jawab. Tanya jawab bisa lebih kompleks. Misalnya, tanya-jawab yang menyangkut materi pelajaran.
Mengarang sederhana. Tujuannya adalah melatih anak mengekspresikan pendapat dan pengalamannya berkaitan dengan materi pelajaran. Mengarang tidak melulu deskriptif atau naratif, tetapi juga bisa berbetuk puisi, doa, lagu, dsb.
Kerja kelompok dan diskusi. Anak usia ini mulai dapat bekerja sama. Oleh karena itu perlu diterapkan metode kerja kelompok dan diskusi sederhana, misalnya menyusun puzzle secara berkelompok, berbagi pengalaman dalam kelompok, dsb.

 Kelas 5-6 SD
Metode yang dapat digunakan, misalnya:
Mendengarkan atau menyimak cerita. Anak usia ini sudah mulai bisa menangkap dan memahami kata-kata secara abstrak. Cerita masih dapat digunakan, hanya saja tingkat ketegangan dan alur cerita harus lebih kompleks sehingga mereka merasa tertantang ketika menyimak cerita.
Bermain. Metode ini juga masih dapat digunakan, hanya saja lebih banyak melibatkan permainan kelompok.
Tanya-jawab. Dapat digunakan dalam bentuk yang lebih kompleks, misalnya dengan melibatkan isu-isu aktual yang mereka ketahui (bencana alam, dsb).
Mengarang. Diterapkan dalam betuk pemilihan bahasa, isi, dan cara-cara yang lebih kompleks.
Kerja kelompok dan diskusi. Anak usia ini suka dengan kelompok. Mereka dapat dibiasakan dengan metode diskusi kelompok seperti brain-storming, memecahkan masalah bersama, merencanakan sesuatu (seperti bakti sosial atau pentas seni), dsb.

VI. Kesimpulan

Uraian di atas adalah sebuah kondisi yang ideal dari sebuah sekolah minggu. Harapan kita bersama, tentu saja, bisa mencapai hal tersebut. Kita menginginkan sekolah minggu yang betul-betul menjadi sebuah tempat pembentukan orang-orang Kristen yang sejati.
Dengan memandang segala tantangan yang ada, gereja terus mencoba memperbaiki diri. Sebab gereja yang protestan, adalah gereja yang mau terus menerus memperbarui dirinya. Lewat kegiatan pembinaan yang kita lakukan, para guru sekolah minggu di dorong untuk terus memperbaiki motivasi pelayanannya. Hal ini juga harus diikuti perubahan bentuk perhatian gereja (dalam hal ini para pemimpin gereja), yag terutama adalah memberikan dana yang lebih untuk meningkatkan mutu pelayanan sekolah minggu kita. Tidak memandang sekolah minggu asal ma adong, asal ma mardalan; sekolah minggu harus dipandang sebagai suatu tanggung jawab pelayanan kita kepada Tuhan.
Sulit??? Berat???
Oleh karena itu, janganlah melupakan faktor yang terpenting:
“Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam pesekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (I Korintus 15:58)

Tuhan Memberkati!!!!

Kamis, 12 Agustus 2010

Menulislah Sekarang!

Menulislah Sekarang!

Menulis itu sulit!
Terkadang untuk menuliskan satu kata atau satu kalimat pun untuk memulai tulisan banyak orang mengalami kesulitan dan akhirnya tidak jadi menulis. Ada juga yang bingung soal ide, tidak tahu harus menulis tentang apa, juga akhirnya berhenti menulis. Atau ada juga yang merasa tidak berbakat menulis, seolah-olah menulis itu adalah sebuah anugerah yang tidak dapat dilatih, sesuatu yang turun dari langit dan diberikan hanya kepada orang-orang tertentu.
Kendala-kendala seperti inilah yang membuat banyak orang tidak mau menulis, padahal punya potensi untuk menulis. Mereka lebih memilih untuk berkomunikasi lewat bahasa verbal saja dan menghindarkan diri dari kerepotan menulis. Padahal di tengah dunia yang semakin mengglobal ini, lewat tulisan, seseorang bisa melakukan banyak hal. Diantaranya: untuk mentransformasi isi pikiran dalam bentuk tulisan, supaya informasi yang diterima bisa didengar oleh orang banyak, dan mengingatkan suatu peristiwa yang dialami. Selain itu, dengan menulis kita mempunyai wadah untuk aktualisasi diri, mempromosikan diri (personal branding), mendokumentasikan pengetahuan dan pengalaman, dan juga berbagi pengetahuan dan pengalaman (termasuk curhat )
Terlebih lagi di gereja, dalam pekerjaan Pekabaran Injil yang dilakukannya lewat media yang dimiliki (buletin, tabloid, majalah, dll.), menulis dan menghasilkan sebuah tulisan menjadi bagian penting “untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.” (2 Tim. 3:16). Gereja perlu membangun kultur menulis dikalangan umat. Secara khusus lewat para pelayanNya (pendeta, penatua, bibelvrouw, diakones, evangelis, dll.), diharapkan gereja mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki untuk menulis. Tulisan-tulisan itu di tulis untuk menjawab beragam pertanyaan yang muncul dari kaum awam soal imannya kepada Tuhan.
Hal inilah yang mendorong STT HKBP Nomensen – Pematang Siantar, bekerjasama dengan Lutheran Church of Australia (LCA), menyelenggarakan sebuah Lokakarya (workshop) Penulisan Jurnal Teologi bagi pemula pada tanggal 07 – 10 April 2010, di Sopo Toba Hotel – Samosir. Diharapkan melalui lokakarya penulisan ini akan lahir penulis-penulis baru yang, minimal, menjadi penulis-penulis handal di gereja masing-masing. Lewat media-media yang ada di masing-masing gereja, semacam Bina Warga (HKI), akan dihasilkan tulisan-tulisan yang semakin baik. Gereja-gereja yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (sekber) UEM diundang untuk mengirimkan 3 (tiga) orang utusannya, baik pendeta maupun warga jemaat, yang mempunyai minat dan potensi untuk menulis.

Menulis itu tidak sulit!
Pembicara utama dalam lokakarya ini, Hasudungan Sirait dari Yakoma PGI, sejak awal telah memotivasi para peserta untuk mulai menulis dengan mengatakan:
“Menulis itu adalah sebuah keterampilan, sama sepeti kita belajar naik sepeda, menyetir, memanjat pohon, main bola, berenang. Intinya adalah berlatih. Tidak perlu menunggu mood yang baik untuk menulis. Manulis bisa kapan saja dan dimana saja, serta idenya bisa tentang apa saja.”

Jadi menulis itu tidak sulit. Yang diperlukan adalah latihan yang terus menerus dan harus dimulai sekarang juga, jangan ditunda! Karena itu, di hari kedua loka karya, para peserta langsung diperkenalkan dan diajarkan beberapa tehnik penulisan, yaitu tehnik deskripsi, tehnik adegan, dan tehnik narasi. Para peserta dilatih untuk dapat menggunakan ketiga tehnik ini dalam tulisannya. Tak lupa juga beberapa contoh tulisan ditunjukkan sebagai bahan evaluasi bagi para peserta.
Ada juga pembicara lain di hari ke-2, Pdt. Dr. Darwin Lumbantobing (Ketua STT HKBP Nomensen), ysng memberikan ceramah tentang penulisan gaya naratif. Gaya penulisan narasi biasa ditemukan dalam biografi. Penulisan sebuah biografi seorang tokoh adalah dalam rangka menemukan teologi figuratif, sekaligus sebagai upaya untuk merelevansikan dan mengaktualisasikan pemahaman dan penghayatan teologi, tugas, panggilan dan pelayanan gereja ke dalam konteks kehidupan masa kini.

Tidak hanya berhenti pada teori, pada hari ke-3 pelatihan kegiatan di isi dengan praktek penulisan leewat pengamatan langsung ke beberapa lokasi yang telah di pilih. Ada 4 lokasi yang dipilih, yakni: pasar souvenir Tomok, objek wisata Tomok, Museum Huta Bolon Simanindo, dan desa Simanindo. Secara berkelompok, para peserta ditugaskan untuk membuat tulisan dari hasil pengamatan tersebut. Hasil tulisan dari kelompok tersebut kemudian dipresentasikan di hari terakhir loka karya.